PALSU
(Memo, 13 Juli 2016)
Kata
palsu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki lima arti. Palsu dapat diartikan
tidak tulen atau tidak sah; tiruan; gadungan; curang atau tidak jujur dan;
sumbang. Arti yang pertama, tidak tulen atau tidak sah sering dihadapkan kepada
dokumen atau sejenisnya seperti ijazah, surat keterangan, uang dan sebagainya.
Sehingga muncullah istilah ijazah palsu, surat keterangan palsu dan uang palsu.
Palsu juga berarti tiruan, kata ini sering didenotasikan ke suatu benda seperti
gigi palsu/tiruan, kunci palsu/tiruan. Makna lain dari kata ini juga dapat
berarti gadungan yang dikaitkan dengan profesi seseorang sehingga dikenal
istilah polisi gadungan dan wartawan gadungan. Adanya permainan yang curang
atau tidak jujur juga dapat dikategorikan kepada makna palsu demikian juga kata
palsu dapat diartikan dengan sumbang, untuk yang terakhir ini biasanya
berkaitan dengan pemungutan suara.
Masyarakat
kita saat mendengar kata palsu, dapat penulis pastikan dengan cepat mengarahkan
pikirannya ke berbagai hal yang melanda negeri ini. Bahkan tidak
tanggung-tanggung, pengakuan palsu hingga merambah wilayah yang cenderung
sakral seperti wilayah kenabian. Muncullah adanya nabi palsu. Sempat juga
diberitakan adanya beras palsu yang disinyalir merupakan beras plastik,
sementara itu Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Badan Pengawasan
Obat dan Makanan (BPOM) pada tahun 2014 menemukan 14 jenis obat palsu yang
beredar di masyarakat. Dan yang terakhir (?) mengusik kita adalah peredaran vaksin palsu untuk balita yang dibongkar
Penyidik Subdirektorat Industri dan Perdagangan Direktorat Tindak Pidana
Ekonomi Khusus Bareskrim Polri. Mengejutkan lagi, ternyata sindikat ini telah
memproduksi vaksin palsu sejak 2003 dengan distribusi seluruh Indonesia.
Kasus yang memprihatinkan terkait hal ini adalah beredarnya
ijazah palsu. Untuk yang terakhir ini jelas tidak hanya mencederai lembaga
pendidikan baik formal maupun non formal. Bukankah di negeri ini, keabsahan
strata pendidikan seseorang diakui karena kepemilikan ijazahnya? Bagaimana
jadinya jika lembaran yang “sakral” juga sudah dipalsukan untuk mendapatkan
kepentingan pribadi. Kekhawatiran lain jelas akan terus bermunculan. Yang tidak
kalah pentingnya untuk diwaspadai adalah adanya keterangan atau sumpah palsu.
Keterangan palsu –sebagaimana namanya- adalah memberikan keterangan yang tidak
semestinya dan tentu merugikan orang lain.
Palsu bermakna tidak sebagaimana mestinya, terkesan asli
padahal tidak. Pada scope yang lebih, katakanlah negara, apa jadinya
jika pemerintahannya adalah pemerintahan yang palsu, penegak hukumnya palsu,
lembaga yang ada adalah lembaga yang palsu, pilar-pilar yang ada untuk sebuah
sebuah negara juga palsu, maka dapat dipastikan, negara ini tidak akan bertahan
lama karena hidup dalam kepalsuan. Karakter manusia yang tidak sesuai dengan yang
semestinya dalam bahasa agama dinamakan munafik. Lain kata lain perbuatan, lain
konsep lain riilnya.
Sejarah membuktikan, kehancuran dan kebinasaan suatu bangsa
salah satunya karena banyaknya manusia yang bermental senang memalsukan dan ini
adalah mental munafik. Dalam al-Quran bahkan disebutkan bahwa orang-orang
munafik ditempatkan di neraka yang paling bawah. Hal ini dapat difahami karena
jika beriman jelas berimannya, jika kafir jelas juga kafirnya tapi manusia yang
bermental munafik adalah manusia bunglon. Tergantung dimana dia berada,
disitulah dia berubah warna. Dimana orang munafik berada, disitulah ia pandai
mengatur pembicaraan dan mensupport apa yang dilakukan, demikian juga jika
berada di tempat yang lain maka akan berubah lagi pola fikirnya.
Sebuah pepatah mengatakan, anda bisa membohongi satu
orang, anda bisa mendustai dua orang bahkan lima orang tapi anda tidak akan bisa
membohongi seiisi dunia. SEMOGA.**
Komentar
Posting Komentar