NU_7 Ciri Islam Moderat
7 Ciri Islam Moderat
SUARAcom—
Di mata dunia, citra Islam masih belum pulih meski ulama toleran menegaskan
agama Allah itu cinta damai dan menentang aksi terorisme. Makanya, Islam phobia
masih muncul di beberapa negara, terutama negara barat.
Sementara
di Indonesia, Islam masih ‘tercoreng’ dengan aksi-aksi kelompok radikal yang
berkumpul membentuk organisasi kemasyarakatan. Tak sedikit dari mereka
menguasai masjid dan menyebarkan paham radikal lewat ceramahnya.
Tak
heran, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pernah menyebut banyak
masjid di Jakarta yang menyebarkan paham intoleran. Imam Masjid Istiqlal,
Nasaruddin Umar setuju dengan klaim BNPT.
Mantan
Wakil Menteri Agama di bawah kepemimpinan Suryadharma Ali itu mengatakan Islam
sesungguhnya mengajarkan toleransi terhadap semua hal. Dia menyebut, Islam itu
moderat. Dia memaparkan 7 ciri alasan Islam sebagai agama moderat.
Dalam
wawancara khusus, Nasaruddin juga menyoroti soal masjid di Jakarta yang dinilai
banyak menyebarkan paham radikal. Sebagai Imam Masjid Istiqlal, Nasaruddin
punya solusi untuk menekan penyebaran radikalisme lewat masjid-masjid.
Berikut
wawancara lengkap dengan Nasaruddin di kediamannya di kawasan Kemang, Jakarta
Selatan pekan lalu:
Pada 22 Januari 2016 lalu Anda
dilantik sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal. Anda pun menyampaikan 4 visi misi.
Salah satunya, Masjid Istiqlal harus tetap menyimbolkan negara dengan ciri
keislaman moderat, bercorak rahmatan lil alamin. Islam moderat seperti apa yang
Anda maksud?
Semua
negara mengklaim mempunyai Islam yang moderat, termasuk teroris juga mengklaim
moderat. Tapi kriteria moderat ini harus jelas, tidak hanya orang dari sisi
beragama. Itu kembali kepada bagaimana dia mengikuti ajaran nabi sesungguhnya.
Banyak yang mengklaim dirinya moderat tapi tidak sesuai dengan ajaran nabi.
Bagaimana
moderatnya Nabi? Pertama, mengenalkan Islam tapi tidak memaksakan Islam. Karena
tidak ada paksaan dalam beragama. Manusia punya kapasitas untuk menyampaikan,
mau percaya atau tidak itu urusan Tuhan. Dalam menyampaikan, moderasinya Islam
itu berdakwah dengan penuh hikmat dan kearifan. Memberikan pasan-pesan dengan
khasanah dan memberikan dialog yang santun. Jadi tidak ada tempat kekerasan
dalam menyampaikan Islam.
Kedua,
moderat itu mau mengakui perbedaan. Karena itu juga Tuhan mengingatkan kalau ia
menghendaki maka akan dibuat 1 umat saja. Tapi nggak mungkin orang akan menjadi
manusia seragam di muka bumi.
Ketiga,
moderat juga bertoleransi terhadap perbedaan itu sendiri. Banyak orang yang
mengaku bertoleransi, tetapi ada diskriminasi terhadap kelompok minoritas.
Islam moderat itu tidak mengenal diskriminasi, Allah mengatakan membunuh 1
orang sama dengan membunuh semua orang. Jadi istilah minoritas dan mayoritas
tidak ada dalam Islam. Jadi jangan bangga menjadi mayoritas, banyak mayoritas
dikalahkan dengan minoritas. Sebab yang paling mulia di sisi Tuhan itu yang
paling bertakwa, acuannya kualitas bukan kuantitas.
Keempat,
moderat itu menjunjung tinggi hak asasi manusia. Allah memuliakan anak cucu
Adam, bukan hanya memuliakan orang Islam. Jadi siapapun yang merasa anak cucu
Adam, apapun negaranya, apapun etniknya, apapun agamanya, wajib hukumnya
dimuliakan.
Kelima,
Islam moderat dicirikan dengan pandangannya yang berseketaraan gender. Tidak
membedakan antara lelaki dan perempuan. Keenam, memandang positif dan member
tempat demokrasi. Islam sangat demokrasi, menyelesaikan masalah dengan
demokrasi. Allah mencintai orang yang berdialog. Sebab Allah pun berdialog
dengan manusia, malaikatnya, dan iblis.
Ketujuh,
ciri masyarakat moderat itu menghargai sesama makhluk, seperti tumbuhan dan
binatang. Manusia harus lebih menunjukkan cinta ketimbang kebencian. Jangan
atas nama Islam kita membakar dan merusak. Allah itu lebih menonjol dari sisi
maha pengasih dibanding maha penyayang.
Ini yang
saya maksudkan Istiqlal itu sebagai simbol Islam moderasi di Indonesia. Karena
dunia luar mengenal Indonesia sangat-sangat moderat. Bahkan Hillary Clinton
mengatakan siapa yang ingin belajar soal demokrasi, kesetaraan gender, dan HAM
datanglah ke Indonesia. Bukan untuk negara Islam saja, semua negara harus ke
Indonesia. Saya kira bukan sembarangan orang seperti itu memuji.
Hal lain
yang penting, Islam Indonesia menghargai pluraritas. Saya melihat Indonesia
sangat mungkin menjadi negara plural, karena budaya Indonesia itu sebenarnya
budaya pluralistik. Indonesia negara maritim dan mempunyai pulau-pulau. Lebih
mudah negara pulau-pulau untuk berdemokrasi dibanding negara continental atau
daratan.
Negara
daratan mempunyai kasta yang bertingkat-tingkat. Seperti di daratan Arab Saudi
ketika zaman Nabi Muhammad mempunyai 12 kasta. Karena raja-raja di sana
mengatakan sejauh mata memandang daratan, itulah hak dia. Jika masyarakat
maritim mengatakan setiap pulau itu hak publik, siapapun bisa parkir perahu di
sana.
Jadi
pantai itu milik bersama. Maka itu lah mungkin sebabnya tidak ada nabi turun di
Indonesia. Karena orang Arab itu paling dahsyat kekafiran dan kemunafikannya,
makanya nabi turun di sana. Kalau di Indonesia, cukup ustad saja.
Indonesia sering disorot soal
pelanggaran HAM dan negara yang menganggap perempuan sebagai masyarakat kelas
kedua. Ini berbanding terbalik soal ciri masyarakat moderat yang Anda jelaskan.
Pertama,
pandangan patriarki di Indonesia tidak seekstrim pandangan di negara continental.
Di sana justru ada tiga tingkatan. Pertama misoginism yang menganggap membenci
perempuan yang turun ke bumi. Kedua, endosentrisme yang menganggap dunia harus
serba lelaki.
Ketiga,
patriarki yang membolehkan perempuan untuk maju, tapi harus ada batasan-batasan
untuk si perempuan. Pembatasan itu bukan berarti diskriminatif bagi budaya
Indonesia.
Masyarakat
perempuan Indonesia itu menganggap lebih baik dirinya diperlakukan, dibanding
negara-negara Islam memperlakukan perempuan. Justru yang paling pertama yang
bersyukur dalam kehadiran Islam itu adalah perempuan. Maka itu patriarki di
Indonesia itu bukan sesuatu yang dipaksakan, tapi lebih merupakan dipilih
sendiri oleh masyarakat kita.
Perempuan
Indonesia tidak merasa dianiaya karena perbedaan itu, bahkan enjoy. Kecuali
perempuan menuntut kesetaraan haknya atau gender equality. Selain gender
equality, ada gender equity yang memandang berbagi peran.
Sementara
hak asasi manusia yang ada di Aceh, itu kan juga pilihan. Hak demokrasi orang
untuk menentukan bentuknya kayak apa. Kalau ada hukuman cambuk di sana, jangan
kita menghakimi itu adalah satu hal yang buruk.
Tanya
saja sama orang Aceh, apakah setuju dengan hukuman cambuk. Mereka akan jawab
“yes”, tapi kita di sini pasti “no”. Kalau pilihannya orang kayak gitu, apakah
itu bertentangan dengan demokrasi. Jadi harus lihat dengan kacamata yang
kompatibel.
Kami di
Masjid Istiqlal mencoba untuk menterjemahkan kondisi objektif lokal apa yang
disebut sebagai Islam nusantara, Islam moderat, Islam tawassuth, bagi saya
Indonesia itu Islam yang paling kompatibel yang dibawa oleh Nabi Muhammad.
Komentar
Posting Komentar