Khutbah Id Adha 24 Sept 2015/Masjid Istiqlal Pontianak

 Pengorbanan Untuk Allah SWT
Harus Di Atas Segala-galanya



اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (×3)اللهُ اَكبَرْ (×3
 
اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
 
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ وَعْيدَ اْلاَضْحَى بَعْدَ يَوْمِ عَرَفَةَ. اللهُ اَكْبَرْ (3×) اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ وَاَشْهَدٌ اَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ اَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهَّرْ
اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ


Kaum Muslimin Muslimat, Jamaah Sholat Idul Adha Rahimakamullah!

PADA hari yang penuh berkah ini, patutlah kita bersyukur kepada Allah yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita lahir dan batin, yang menerangi hati dari kegelapan, menuntun jiwa dari kebingungan, dan menunjuki akal dari kesesatan, sehingga kita tetap terpilih sebagai pemeluk Islam.
Shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah diutus Allah bagi seluruh alam, sebagai uswah hasanah (tauladan terbaik) bagi setiap insan. Tidak ada riwayat hidup manusia, tokoh apa pun di dunia ini yang ditulis sedetail dan sejelas riwayat hidup Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam; Tidak ada aib, dan tidak ada hal yang jahat yang membuat kita malu maupun takut untuk menampilkannya. Karena itu mengikuti ucapan dan menaati perbuatan beliau merupakan amal shalih.
Oleh karena itu, kita ridha Islam sebagai agama dan Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya. Marilah kita bertaqwa kepada Allah dengan taqwa yang sebenar-benarnya. Sesungguhnya tujuan segala ibadah di dalam Islam adalah taqwallah, yang dilakukan dengan cara membersihkan jiwa dari segala bentuk kesyirikan dan meneranginya dengan dzikrullah.

Kaum Muslimin, Jamaah Sholat Idul Adha Yang dirahmati Allah SWT
Betapa besar karunia Allah Ta’ala kepada kita semua.  namun lebih banyak yang luput dari kesadaran kita.
Marilah kita renungkan betapa banyak kedurhakaan kita kepada Allah Taala. Betapa banyak kita melalaikan perintah-perintah-Nya. Kita terlalu berani untuk meninggalkan sholat, kita terlalu berani untuk tidak menutup aurat, kita terlalu berani untuk menyia-nyiakan amanat, baik amanat Allah maupun amanat rakyat, kita terlalu terlalu berani dan terlalu berani untuk melanggar aturan syariat Allah SWT.
Namun Allah SWT dengan segala KemahabesaranNya, hari ini, Ia masih mengizinkan kita untuk sekali lagi bersujud kepadaNya, untuk sekali lagi bertakbir dan bertahlil mengagungkan namaNya, dan untuk sekali lagi bertaubat kepadaNya. Allahu Akbar-Allahu Akbar-Allahu Akbar Walillahul hamd.


Kaum Muslimin!

Kita tidak pernah tahu, boleh jadi inilah sujud terakhir kita padaNya di dunia ini. Inilah takbir dan tahlil terakhir kita untukNya. Dan inilah taubat kita untuk terakhir kalinya kepadaNya.

Allahu Akbar-Allahu Akbar-Allahu Akbar Walillahul hamd.

Kaum muslimin rahimahukumullah!
Idul Adha akan selalu mengingatkan kita pada sosok Ibrahim alaihissalam dan keluarganya. Hari ini, di saat jutaan kaum muslimin bergegas menyelesaikan prosesi ibadah haji yang agung, di tanah air ini, kita duduk sejenak untuk merenungkan pelajaran-pelajaran yang dititipkan Allah kepada kita melalui kisah monumental Nabi Ibrahim dan keluarganya ‘alaihimussalam.
Allah Ta’ala berfirman:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ
Sungguh bagi kalian terdapat teladan yang baik dalam (diri) Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya…”.(al-Mumtahanah: 4)
Sosok Ibrahim ‘alaihissalam adalah teladan pengorbanan yang tulus. Nabi Ibrahim mengajarkan kepada kita bahwa seorang mukmin harus sepenuhnya hidup untuk sebuah obsesi dan cita-cita yang tinggi. Bahwa obsesi dan cita-cita seorang mukmin tidak akan pernah terhenti hingga ia menjejakkan kakinya di dalam Surga dan rihdonya Allah. Obsesi dan cita-cita itulah yang membuatnya rela melakukan pengorbanan demi pengorbanan di kehidupan dunia yang terlalu singkat ini.
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mengajarkan kepada kita bahwa obsesi dan cita-cita hidup kita sepenuhnya harus selalu diukur dengan keridhaan dan kecintaan Allah Azza wa Jalla. Apa yang diridhai dan dicintai oleh Allah dan RasulNya, maka itulah obsesi dan cita-cita kita. Jika tidak, maka obsesi dan cita-cita itu harus segera kita hapus dan buang jauh-jauh dari kehidupan kita. Karena obsesi dan cita-cita yang tidak diridhai oleh Allah Ta’ala hanya akan membawa kehidupan kita dalam serial malapetaka dan kehancuran yang tidak akan habisnya.
Maka demi obsesi dan cita-cita tertingginya akan Surga, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam melintasi gurun sahara yang kering, di bawah cengkraman terik matahari dan pelukan malam-malam yang dingin. Dan ia tidak sendiri dalam perjalanan itu. Istri dan bayi mungilnya ikut menyertainya dalam  perjalanan penuh obsesi itu. Obsesi akan Ridhanya Allah SWT.
Bayangkanlah, hadirin sekalian, betapa tidak mudahnya perjalanan itu! Tapi inilah caranya untuk membuktikan kepada Allah Azza wa Jalla bahwa mereka sungguh-sungguh dengan obsesi tentang ridhoNya Allah SWT. Dan kita semua tentu mengetahui bahwa pengorbanan Nabi Ibrahim dan keluarga kecilnya itu tidak berhenti sampai di situ.
Pertanyaan pentingnya untuk kita semua adalah:
Sudahkah obsesi dan cita-cita hidup kita sepenuhnya untuk Allah?
Jika jawabannya adalah iya, maka seberapa besar sudah pengorbanan yang kita tunjukkan kepadaNya untuk itu?
Bersyukurlah jika tahun ini kita ikut menyembelih hewan kurban, tapi untuk obsesi meraih ridho Allah, tentu harus lebih dari itu!
Dalam konteks pengorbanan ini pula, maka kita teringat kepada kisah heroik Keluarga Yasir di awal Islam, saat mereka melewati penyiksaan demi penyiksaan atas komitmen keislaman mereka, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghibur mereka dengan mengatakan:
صَبْرًا يَا آلَ يَاسِرٍ ، فَإِنَّ مَوْعِدَكُمُ الْجَنَّةُ
Bersabarlah, wahai Keluarga Yasir! Karena sesungguhnya janji pertemuan kalian adalah Surga.”


Allahu Akbar-Allahu Akbar-Allahu Akbar Walillahul Hamd
Kaum muslimin yang berbahagia!
Hingga detik ini, negeri kita yang mayoritas muslim ini terus-menerus menjadi panggung tempat dipentaskannya berbagai macam krisis dan tragedi akhlak dan moral yang memilukan.
Kisah-kisah para pejabat negara yang korupsinya tidak pernah puas, pembasmian korupsi seperti lebih sering menemukan jalan buntu, namun penangkapan dengan dalih terorisme begitu sering mengukir prestasi.
Begitulah, ternyata krisis moral dan akhlak telah melanda orang-orang tua di negeri ini. Lalu bagaimana dengan generasi mudanya?
Menurut catatan PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) Kalimantan Timur, sepanjang tahun 2008 saja dari sekitar 300 lebih responden yang diteliti (Pelajar SMP dan SMA), sebagian besar di antaranya sudah sering berzina, bahkan ada yang sudah hamil.
Sekitar 14 % dari mereka melakukan perbuatan amoral (zina) itu di lingkungan sekolah, sedangkan 28 % dari mereka melakukannya di rumah. Sisanya, di tempat rekreasi dan di hotel-hotel.
Dan semua itu adalah fenomena gunung es. Sedikit yang terungkap, dan lebih banyak lagi yang tidak terungkap.
Kita juga tentu mencermati berbagai tindakan yang tidak mencerminkan sikap seorang yang santun bakan sikap seorang muslim, setiap hari bahkan setiap jam berbagai kejadian kekerasan terjadi di negeri ini, mutilasi, kekerasan seksual dsb yang bahkan terjadi disebabkan oleh hal-hal remeh yang tidak masuk di akal.
Kenyataan dan fakta ini tentu saja membuat kita bertanya: Mengapa itu semua terjadi?
Dalam konteks perjuangan Nabi Ibrahim, kita dapat mengatakan bahwa banyak generasi tua dan generasi muda telah kehilangan obsesi dan cita-cita hidup yang sesungguhnya.
Mereka semua mungkin tahu bahwa korupsi, berzina dan melakukan kezhaliman itu dosa. Tapi lemahnya obsesi dan cita-cita akhirat, membuat mereka takluk tak berdaya pada godaan dunia yang menghancurkan masa depan akhirat mereka.
Karena obsesi semacam ini pula, banyak orang tua yang lupa bahwa anak-anak mempunyai kebutuhan yang jauh lebih besar daripada uang dan materi. Putra-putri dibekali dengan kendaraan yang mewah, alat komunikasi yang paling canggih dan gaya hidup yang glamour. Dari itu semua, nilai terpenting yang sebenarnya dibutuhkan untuk mendidik dan membimbing putra-putri kita adalah dengan memberikan pendidikan agama, dengan  belaian cinta dan bimbingan penuh kasih sayang dari orang tua.
Pendidikan agama yang bagaimana yang dimaksud, sederhananya, sangat sederhana adalah bagaimana orang tua dan keluarga di rumah mengontrol jam sholatnya, mengajarkannya menutup aurat bagi yang perempuan dengan jilbab yang benar, bukan jilbab sekedar mode, bukan berjilbab dengan pakaian yang ketat dan menampakkan bentuk tubuh, bukan berjilbab dengan berpelukan akrab di atas kendaraan dan sebagainya.
Sebelum pendidikan agama di arahkan maka mutlak orang tua harus mampu menjadi contoh dan bukan sekedar memberi contoh. Masalahnya adalah, banyak orang tua yang memiliki anak yang tidak faham dengan tugas dan tanggungjawabnya sebagai pembimbing dunia dan akhirat bagi keselamatan hidup anak-anaknya. Ringkasnya, disekitar kita banyak orang tua tapi sedikit sekali yang dapat dituakan.
Nabi Ibrahim as telah memberikan contoh bagaimana mendidik anak agar kelak terbentuk pribadi yang taat kepada Allah, sopan kepada orang tua dan santun dalam bersikap.
Allahu akbar, Allahu akbar walillahilhamd!

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah!

Sekali lagi, marilah belajar dari Nabi Ibrahim alaihissalam. Beliau adalah teladan bagi setiap orang tua yang menyayangi anaknya. Beliau mengajarkan kepada kita cara yang benar dalam menyayangi anak kita. Bukan dengan memuaskan segala permintaannya, tapi dengan mendekatkan mereka kepada Allah dengan penuh hikmah dan kelembutan.

إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَحَلِيمٌ أَوَّاهٌ مُنِيبٌ

Sesungguhnya Ibrahim itu adalah seorang yang lembut, pengasih dan selalu kembali (kepada Allah).” (Hud: 75)
Inilah sifat dan karakter dasar yang harus dimiliki oleh setiap orang tua: lemah lembut, pengasih dan yang tidak kalah pentingnya: selalu kembali dan bersandar kepada Allah yang Mahakuat.
Coba renungkan doa yang dipanjatkan Ibrahim karena kecintaannya kepada keluarga dan anak-anaknya:

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آَمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ

Dan ingatlah ketika Ibrahim berdoa: ‘Wahai Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman dan jauhkanlah aku serta keturunanku dari menyembah berhala…” (Ibrahim: 35)
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ
Wahai Tuhanku, jadikanlah aku sebagai orang yang menegakkan shalat, beserta keturunanku. Duhai Tuhan kami, terimalah doaku…” (Ibrahim: 40)

Kaum muslimin yang berbahagia!

Demikianlah kekhawatiran dan kegelisahan Ibrahim terhadap keturunannya. Karena itu, seperti Nabi Ibrahim, seharusnya kita selalu khawatir jika anak-anak kita akhirnya tidak lagi menyembah Allah dan menghambakan diri kepada selain Allah. Seharusnya kekhawatiran anak kita tidak shalat dan menjalankan perintah Allah lebih besar daripada saat ia kehilangan karirnya.
Di sinilah Nabi Ibrahim alaihissalam –sekali lagi- mengajarkan kepada kita untuk berani berkorban demi obsesi dan cita-cita akhirat kita.

Allahu akbar, Allahu akbar walillahilhamd
Hadirin yang dimuliakan Allah!
Kepada mereka yang mendapatkan amanah untuk memimpin dan mengatur negeri ini, mulai dari level nasional hingga level lokal…Kepada aparatur peradilan dan keamanan…Tunaikanlah amanah mengatur negeri ini dengan penuh rasa takut kepada Allah. Jangan pernah berlaku zhalim sedikit pun, karena hal itu –kata Rasulullah- akan menjadi kegelapan yang berlapis-lapis pada hari kiamat. Renungkanlah selalu firman Allah Ta’ala ini:

وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الْأَبْصَارُ

Dan jangan pernah sekalipun engkau menyangka Allah akan lalai dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang zhalim. Sungguh Allah hanya mengulur mereka hingga hari di mana pandangan mata mereka terbelalak.” (Ibrahim: 42)

Demikian khutbah yang dapat khatib sampaikan, semoga kita dapat merenungkan peristiwa yang terjadi dalam keagungan Adha ini.

Fastaghfiruh Innahu huwal Ghafururrahim***

Komentar

Postingan Populer