NU_Bgm Meraih Ketenangan Batin

BAGAIMANA MERAIH KETENANGAN BATIN?
RMOL — Ketenangan batin gam­pang diucapkan, bahkan gampang dinasehatkan ke­pada orang lain. Namun da­lam kenyataannya, ketenan­gan batin amat sulit digapai. Kesulitan tidak terletak pada bagaimana memahami hakekat ketenangan itu tetapi bagaimana bersahabat dengan kenyataan apapun yang dialami set­iap hari. Ketengan batin lebih merupakan aki­bat daripada sebuah proses. Sebagian orang mengembalikan bahwa ketenteraman batin merupakan anugrah Tuhan. Karena itu kita per­lu memahami kiat-kiat mempertahankannya.
Kondisi batin yang paling perlu diwaspadai ialah ketika kita sedang dalam keadaan nor­mal, yaitu ketika semua kebutuhan tercukupi dan mungkin berlebihan. Musibah, hajat, dosa besar, dan berbagai kesulitan dan kekecewaan hidup lainnya lebih sering mendorong sese­orang untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt ketimbang kondisi batin yang sedang berkecu­kupan, baik dari segi kuantitatif maupun segi kualitatif.
Tingkat kebutuhan hidup setiap orang ber­beda-beda atau sama lain. Namun wacana di dalam Islam dibedakan atas beberapa ting­katan kebutuhan, yaitu: 1) Kebutuhan dharury, yakni kebutuhan pokok atau basic needs seperti kebutuhan akan makan, minum, dan berhubungan suami-isteri. 2) Kebutuhan hajjiyat, yakni kebutuhan yang penting tetapi belum menjadi kebutuhan pokok, seperti kebutuhan akan sebuah tempat tinggal, kendaraan, dan alat komunikasi. 3) Kebutuhan tahsiniyyat, ya­kni kebutuhan yang bersifat pelengkap (luxury), seperti perabotan yang bermerek, aksesoris kendaraan, dan handphone yang lebih canggih.
Seseorang yang berada dalam tingkat kedua dan ketiga perlu berhati-hati karena perjalanan spiritual dalam kondisi seperti ini seringkali ja­lan di tempat. Bahkan berpeluang untuk diajak turun oleh berbagai daya tarik dan godaan du­nia. Berbeda jika seseorang sedang dirundung duka, sedang diuji dengan kebutuhan men­desak, atau sedang dilanda penyesalan dosa yang mungkin agak resisten terhadap godaan-godaan yang bersifat materi.
Kesenangan hidup, apalagi kalau sam­pai berlebihan, bawaannya sulit mendaki (ta­raqqi) ke langit. Sebagai contoh, orang yang berkecukupan sulit sekali berlama-lama khu­syuk dalam shalatnya, bukan hanya karena banyaknya godaan dunia yang ada dalam pi­kirannya, tetapi juga tidak punya tekanan batin atau trigger, semacam roket pendorong yang akan mengangkatnya ke langit. Trigger itu bia­sanya suasana batin yang betul-betul merasa sangat butuh pertolongan Tuhan. Seperti orang yang merasakan kesulitan yang sesegera mun­gkin harus mengeluarkan diri dari kesulitan itu. Itulah sebabnya Rasulullah pernah mengingat­kan untuk waspada terhadap doa orang yang teraniaya (madhlum) karena doanya lebih ce­pat sampai kepada Tuhan.
Memang dalam Islam dikenal ada dua sayap efektif yang bisa menerbangkan seseorang menuju Tuhan, yaitu sayap sabar dan sayap syukur. Sayap sabar terbentuk dari ketabahan seseorang menerima cobaan berat dari Tuhan seperti mu­sibah, penyakit kronis, penderitaan panjang, dan kekecewaan hidup. Jika sabar menjalani cobaan itu maka dengan tersendirinya terbentuk sayap-sayap yang akan mengangkat martabat dirinya di mata Tuhan. Sayap kedua ialah syukur. Sayap syukur terbentuk dari kemampuan seseorang un­tuk secara telaten mensyukuri berbagai karunia dan nikmat Tuhan, seperti seseorang mendapat­kan rezeki melimpah, jabatan penting, dan kese­hatan prima.
Nasaruddin Umar
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah


Komentar

Postingan Populer