NU_Kimiya al-Saadah Karya Imam Al-Gazali

INILAHcom — Antara sufi-ilmuwan dan filsuf-ilmuwan ternyata bukan hanya dibedakan oleh pandangan kosmologis tetapi juga berbeda dalam pandangan dunia (world views). Sufi-ilmuwan seperti Jabir Ibn Hayyan menganalogikan martabat wujud material dan wujud non material.
Logam biasa (yang bercampur dengan unsur lain) berbeda dengan logam mulia. Logam mulia (emas) kualitasnya istimewa, tidak berkarat, warnanya terang dan hidup, harganya lebih mahal, dan dapat memberikan kepuasan kepada banyak orang jika sudah dibentuk menjadi perhiasan.
Analoginya terhadap wujud non material, seperti jiwa misalnya, jiwa yang biasa masih terkontaminasi dengan berbagai kotoran, tetapi setelah dilakukan penempaan, pembersihan, dan pencucian maka jadilah jiwa yang suci-bersih, jiwa yang memberikan pencerahan terhadap pemiliknya dan orang-orang lain yang diajak berinteraksi. Amat jauh bedanya antara jiwa yang kotor dengan jiwa yang bersih, seperti jauhnya perbedaan antara logam biasa dengan logam murni (emas), dan antara batu dengan permata. Di sinilah peran Kimia secara holistik: Mengubah suatu substansi ke substansi lain yang lebih mulia.
Imam Al-gazali yang bernama lengkap Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Ath Thusi, Abu Hamid Al Ghazali lahir pada 450H/1058M di Thus, Khurasan, Iran. Ia seorang ulama, ahli fikir, ahli filsafat Islam terkemuka yang banyak memberi sumbangan bagi perkembangan kemajuan manusia. Beliau pernah memegang jabatan sebagai Naib Kanselor di Madrasah Nizhamiyah, pusat pengajian tinggi di Baghdad.
Imam Al-Ghazali meninggal dunia pada 505H/ 1111M. Imam Al-Gazali, Ia menulis banyak buku, yang paling popular kitab Ihya Ulum al-Din, 4 jilid dan salah satu di antaranya ialah Kimiya al-Saadah. Buku terakhir ini merupakan pengembangan konsep Alkimia Jabir ibn Hayyan menjadi lebih mendalam.
Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia ke dalam beberapa versi. Satu versi menerjemahkannya dengan “Kimia Kebahagiaan” dan yang lainnya menerjemahkan “Kimia Hati” dan “Kimia Rohani”. Buku ini tipis tetapi memberikan inspirasi bagi setiap orang untuk melakukan transformasi spiritual. Inti buku ini ialah bagaimana mengubah jiwa yang rendah, gelap, dan buruk menjadi jiwa yang bersih, suci, dan agung.
Al-Gazali menulis buku Kimiya al-Saadah kelihatannya diinspirasi oleh karya-karya Jabir ibn Hayyan yang dikenal sebagai bapak Alkimia dan Kimia. Menurut pandangan Imam Al-Gazali, kalau dalam ilmu kimia memerlukan proses tertentu untuk mengubah suatu substansi yang rendah menjadi substansi lebih mulia (emas) dan mungkin membutuhkan laboratorium khusus untuk itu, maka demikian pula halnya jiwa, memerlukan penempaan berupa zuhud, mujahadah, dan riyadhah.
Zuhud diartikan sebagai upaya untuk memiliki diri sendiri sehingga tidak gampang didikte oleh daya tarik dunia, seperti harta, tahta, status, dan nafsu kebinatangan. Orang yang menjalani praktek zuhud (zahid) tidak harus menjauhi dunia apalagi membencinya. Akan tetapi faktor dunia bukan lagi menjadi referensi utama di dalam menentukan langkah dalam menjalani kehidupan.
Ia begitu tulus, ikhlas, pasrah (tawakkal), sabar, dan istiqamah menempuh kehidupan. Mujahadah ialah melakukan kesungguhan hati, pikiran, dan badan dalam upaya mendekatkan diri sedekat-dekatnya kepada Allah Swt. Ia seperti tidak kenal lelah dan jenuh mencari dan terus mencari jalan kedekatan itu, dan mungkin pada saatnya menjumpai apa yang ia cari.
Riyadhah ialah menjalani upaya rutinitas spiritual dengan penuh ketulusan menyatakan kehambaannya kepada Tuhan. Baginya sudah tidak ada lagi bedanya antara perintah wajib dan perintah sunnat, haram dan makruh, semuanya diperlakukan sama dengan penuh kenikmatan tanpa beban di dalam menjalaninya.
Nasaruddin Umar
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Komentar

Postingan Populer