Kiat Memilih Sekolah Di Tahun Pelajaran Baru
(Dimuat di Harian Pontianak Post, Mei 2016)
Tahun Pelajaran (TP) 2015/2016
akan segera berakhir, artinya TP 2016/2017 akan dimulai. Prosesi tahunan ini
memberi suasana berbeda bagi peserta didik bahkan termasuk orang tua juga
memberikan perhatian lebih untuk moment ini. Bagi yang akan memasuki usia
sekolah, tahun ini merupakan peristiwa pertama bagi mereka mengenal bangku
sekolah dengan berbagai ketentuannya. Untuk yang berada pada jenjang akhir
institusi maka tahun ini merupakan tahun terakhir menyelesaikan pendidikannya.
Tulisan ini akan mengangkat
beberapa kiat dan hal yang harus diperhatikan oleh orang tua yang akan
memasukkan anak-anaknya ke bangku sekolah yang artinya juga telah menyelesaikan
jenjang pendidikan sebelumnya. Setidaknya berfikir serius ketika akan
menyerahkan sebagian proses pendidikannya di sebuah lembaga formal.
Sebenarnya sebelum memasukkan
anak-anak ke sekolah, yang harus diperhatikan secara matang adalah bahwa
keluarga dalam hal ini orang tua, sebenarnya adalah pendidik yang paling utama
dan pertama sebelum anak-anak menginjakkan kakinya di bangku sekolah. Keluarga menjadi salah satu pusat pendidikan yang penting,
hal ini dapat difahami karena dalam proses pendidikannya, sebelum anak
memperoleh pendidikan formal di sekolah dan bergaul dengan masyarakat
dalam arti yang sesungguhnya, maka lingkungan pertama
yang mereka temukan bahkan dialami dalam kesehariannya adalah lingkungan
keluarga. Dari lingkungan keluarga
inilah mereka akan
belajar baik tentang
hal-hal yang bersifat fisik (merangkak, berjalan, berlari dan
sebagainya) juga secara mental (simpati, takut, benci dan sebagainya). Moh.
Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan (2012: 264) menambahkan fungsi keluarga
sebagai tempat anak mengalami pembentukan watak (kepribadian) dan mendapatkan
pengarahan.
Hal kedua yang
penting untuk dihayati oleh orang tua adalah menyerahkan sepenuhnya proses
pendidikan ke lembaga formal adalah sebuah konsep yang harus dikaji ulang.
Meskipun berada dalam suasana yang kondusif dengan sejumlah aturan, namun
terbatasnya waktu secara kuantitas tidak akan sama dengan proses pendidikan
yang ada di dalam keluarga. Dengan waktu yang antara 7-8 jam dalam sehari,
selebihnya adalah waktu di rumah (keluarga) dan masyarakat, perbedaan waktu
secara kuantitas ini tentu memberikan pengaruh yang berbeda. Tetapi merupakan
proses pembelajaran yang berkesinambungan jika adanya kerjasama antara pihak
sekolah dan orang tua. Hal terakhir –menurut hemat penulis- yang juga penting
untuk diingatkan adalah ketika menyerahkan anak untuk disekolahkan di sebuah
lembaga berarti faham dan mengikuti apa yang menjadi ketentuan sekolah,
terlebih lagi berarti menyerahkan anak kita untuk dididik sesuai dengan suasana
pembelajaran di sekolah tersebut.
Pertanyaan berikutnya
adalah apa yang harus diperhatikan dalam memilih sekolah?
1. Apa yang menjadi orientasi dari keluarga (orang tua) merupakan
faktor utama bagi sebuah keluarga. Faktor ini ikut menentukan pemilihan sekolah
bagi anak-anaknya, background pendidikan orang tua, konsep dan ide yang
dianut hingga pada kemampuan ekonomi dari sebuah keluarga.
2. Bagi yang punya akses, cermati kurikulum dan proses
pembelajarannya seperti proses belajar mengajar (PBM) di kelas, kegiatan
pembinaan siswa, hingga sejauh mana prestasi yang diperolehnya.
3. Sejauh mana uotput yang dihasilkan dari sekolah tersebut
4. Berkaitan dengan pendidik dan tenaga kependidikannya, sejauh
mana kualifikasi pendidikan SDM-nya. Untuk aspek ini ternyata mendapat
penilaian tersendiri dari orang tua dalam rangka memasukkan anak-anaknya ke
sebuah lembaga pendidikan.
Siti Irene Astuti
Dwiningrum, seorang sosiolog pendidikan dalam sebuah bukunya (2011: 234-235)
menyebutkan bahwa orang tua memilih sekolah tentu sudah melalui pertimbangan
tertentu. Menurutnya, setidaknya ada empat modal sekolah dalam menarik siswa
yaitu modal sosial, modal budaya, modal intelektual dan minimal adanya
kepercayaan dari masyarakat. Manakala orang tua sudah mengarahkan anak-anaknya
untuk memasuki lembaga pendidikan, setidaknya ada lima aspek berdasarkan hasil
penelitian beliau yang dijadikan patokan atau kriteria orang tua menyerahkan
proses pendidikan anaknya kepada sekolah tersebut yaitu 1) kelengkapan
sarana-prasarana 2) visi sekolah 3) kedisiplinan 4) profesional kepala sekolah
dan guru 5) program sekolah.
Hal di atas
didasarkan pada pemikiran para orang tua bahwa sekolah sebagai “rumah kedua”
bagi anak-anak mereka sangat memerlukan sarana dan prasarana yang lengkap dan
nyaman agar anak dapat belajar dengan senang dan nyaman. Namun tidak semua
sekolah tentunya memiliki sarana dan prasarana yang lengkap, adanya suasana
edukasi, jalinan emosional yang baik dan komunikatif menjadikan aspek yang
penting untuk diperhatikan. Bukankah sekolah hakikatnya adalah sebuah keluarga
dengan jumlah anggota keluarga yang banyak, meskipun tidak bisa menjalin
hubungan emosional sepenuhnya seperti halnya di rumah tetapi setidaknya sekolah
menjadi tempat yang tenang dan menyenangkan bagi mereka.
Akhirnya, pilihan ada
pada orang tua (keluarga), dengan berbagai konsekuensi. Tetapi harus tetap
diingat oleh semua, bahwa adanya lembaga
pendidikan adalah bagian dari negeri ini yang mempunyai visi dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa
dengan membangun jiwa dan raganya. Semoga.**
Komentar
Posting Komentar