NU_Jauhi Kemunafikan
RMOL — Kemunafikkan atau
hipokrit tidak akan pernah satu atap dengan ketenangan batin. Kemunafikan sama
dengan kebohongan, keduanya menyedot energi. Munafiq berasal dari akar kata
nafaqa, bentuk mashdarnya nifaq, berarti keluar dari keimanan secara diam-diam.
Di dalam Hadis, dijelaskan ada tiga ciri-ciri kemunafikan, yaitu: Apabila ia
berbicara mengandung kebohongan, apabila berjanji ia ingkar, apabila dipercaya
ia khiyanat. Orang-orang munafik sangat berbahaya di dalam kehidupan bermasyarakat.
Makanya itu ia ditempatkan di tempat paling hina lebih hina dari pada orang
kafir sekalipun. Munafik atau hipokrit sangat dicela di dalam Al-Qur’an. Tidak
kurang dari 110 ayat menggambarkan keburukan dan bahaya kemunafikan. Bahkan ada
satu surah khusus disebut surah al-Munafiqun (63).
Al-Qur’an menggambarkan
munafik sebagai orang yang memiliki kepribadian ganda, lain di mulut lain di
hati (Q.S. al-Maidah/5:41), tidak memiliki pendirian yang tetap alias selalu
berubah-ubah (Q.S. al-Baqarah/28-9), tidak bisa dipercaya karena pembohong
(Q.S. al-Munafiqun/63:1), mengandalkan kelicikan dan tipu daya, dan amat
terampil bermain kata-kata (Q.S. al-Taubah/9:65), suka riya dan mendramatisir
sesuatu (Q.S. al- Nisa’/4:142), selalu menghindari risiko karena orientasinya
kemenangan dan kesenangan (Q.S. al-Taubah/9:44-49), selalu ingin mendapatkan keuntungan
dalam setiap kesempatan tetapi tidak mau berkorban (Q.S. al-
‘Ankabut/29:10-12), suka memfitnah orang, sekalipun orang itu bersih (Q.S.
al-Ahdzab/33:12), suka memprovokasi keadaan agar bertambah runyam lalu ingin
tampil sebagai hero di dalam situasi tersebut (Q.S. al- Nisa’/4:61).
Kemunafikan bisa terjadi
secara individu dan bisa juga terjadi secara kolektif. Jika manusia atau
masyarakat terjangkit penyakit kemunafikan, maka akibatnya bisa sangat luas;
bukan hanya menimpa diri sendiri atau keluarga yang bersangkutan tetapi juga
orang lain, bahkan bisa menimbulkan bencana sosial secara massif. Itulah
sebabnya Allah Swt mengancam sifat dan sikap munafik ini paling berat melampaui
azab yang ditujukan kepada orang kafir biasa, sebagaimana ditegaskan dalam
Al-Qur’an: “Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan
yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang
penolongpun bagi mereka”. (Q.S. al-Nisa’/4:145).
Kemunafikan salah satu
penyakit sosial yang harus diberantas. Masyarakat tidak akan tenteram selama
masih ada orang munafik, apalagi jika kemunafikan itu dilakukan secara
berjamaah. Dalam beberapa kitab kuning dikumpulkan sejumlah ciri-ciri mikro
kemunafikan sebagai berikut: dusta, khianat, fujur dalam pertikaian, ingkar
janji, malas, beribadah dengan riya’, sedikit sekali berzikir, mempercepat
sholat, mencela orang-orang yang taat dan saleh, mengolok-olok Al-Quran, as-
Sunnah, dan Rasulullah saw. bersumpah palsu, enggan berinfak, tidak
menghiraukan nasib sesama kaum Muslimin, suka menyebarkan khabar dusta, senang
memperbesar peristiwa atau kejadian, mengingkari takdir, selalu membantah dan
tidak ridha akan takdir Allah swt., mencaci maki kehormatan orang-orang saleh,
sering meninggalkan sholat berjamaah, membuat kerusakan di muka bumi dengan
dalih mengadakan perbaikan, sikap yang tidak sesuai antara batin dan lahir, takut
terhadap kejadian apa saja, beruzur dengan dalih dusta, menyeru kemungkaran dan
mencegah kemakrufan, pelit dalam masalah kebajikan, sering lupa kepada Allah,
mendustakan janji Allah dan Rasul-Nya, lebih memperhatikan zahir dan
mengabaikan batin, sombong dalam berbicara, sok tahu soal agama, bersembunyi
dari manusia dan menentang Allah dengan perbuatan dosa. Orang munafik terbiasa
membangun istana di atas puing-puing kehancuran orang lain, kalau perlu
terbahak-bahak dan mabuk. Sifat-sifat kemunafikan di atas memang berpotensi
menimbulkan kesusahan di dalam masyarakat. Salah satu saja di antaranya bisa
merepotkan apalagi jika berakumulasi sifat-sifat itu di dalam diri seseorang
atau suatu masyarakat, maka tentu akan lebih merepotkan lagi.
Nasaruddin Umar
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Komentar
Posting Komentar