DENGAN ILMU, HIDUP MENJADI MUDAH
(Memo 14 Juli 2016)
Ada
satu pertanyaan retoris mengenai ilmu, apakah sama orang yang berilmu dengan
orang yang tidak berilmu? Jelas jawabannya tidak sama. Ilmu membedakan kualitas
seseorang dengan yang lainnya, ilmu membedakan cara kerja seseorang untuk
mencapai tujuan. Orang yang berilmu akan mencari cara yang mudah untuk meraih
sesuatu, meskpun tujuan sama tapi dapat dibedakan dari bagaimana cara
melakukannya.
Kisah
ringkas ini menggambarkan seorang yang belajar cukup lama untuk menyeberangi
sungai. Seorang mencoba berjalan di atas sungai namun tenggelam, diulanginya
lagi hampir tiap hari namun dengan hasil yang sama. Ia ingin dapat menyeberangi
sungai dengan berjalan di atas air, satu hari ada seorang yang ingin
menyeberangi sungai tetapi ia tidak mengikuti apa yang dilakukan orang pertama,
dikejauhan dilihatnya ada perahu yang tertambat segera orang kedua menaiki
perahu untuk menyeberangi sungai itu dan akhirnya tiba di daratan. Dua orang
yang punya tujuan sama namun dengan strategi dan teknik yang berbeda sangat
berpengaruh pada cepat lambatnya proses pencapaian tujuan. Jika orang yang
pertama fokus pada pencapaian tujuan tanpa mengatur strategi, akan memakan
waktu yang lama. Lain halnya dengan orang kedua yang juga fokus pada tujuan
tetapi tetap memperhatikan startegi dan teknis pencapaian tujuan. Kondisi ini
sering kita temui, disinilah salah satu pentingnya ilmu. Bahkan dinyatakan,
jika menyerahkan urusan pada yang bukan ahlinya, bukan pada person yang qualified,
bukan pada orang yang tahu ilmunya maka tunggulah kebinasaannya, cepat atau
lambat.
Saat
tahun 80-an atau 90-an, alat komunikasi HP dan sejenisnya merupakan barang
langka kalau ada hanya sebatas untuk komunikasi verbal, berkembang maju
kemudian HP dilengkapi dengan kamera, terus dengan fasilitas layaknya tape
recorder dan saat ini komunikasi verbal dan visual bise live meskipun
dengan jarak ratusan bahkan ribuan kilometer. Ilmulah yang mendasari itu semua.
Dengan ilmu hidup menjadi mudah dan sederhana.
Keberhasilan
orang lain yang diperoleh dan yang disaksikan saat ini salah satunya adalah
karena keseriusannya dalam meraih ilmu untuk menggapai cita-cita. Kita lihat
dalam sejarah, bagaimana giatnya para ulama, orang-orang ‘alim dalam menuntut
ilmu.
Dalam Manaqib Imam Ahmad karya Ibnu Jauzi
diceritakan suatu ketika ada seseorang yang melihat Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah
membawa wadah tinta. Lalu orang itupun bertanya, “Wahai Imam, Anda telah
mencapai tingkatan yang tinggi (dalam ilmu) dan Anda adalah imamnya kaum
muslimin, apakah Anda masih membawa wadah tinta?” Imam Ahmad berkata, “Bersama
wadah tinta sampai kuburan”.
Imam Ibnul Mubarak juga pernah ditanya, “Sampai
kapan Anda terus mencari ilmu?” Beliau menjawab, “Sampai mati, Insya Allah”.
Ada pesan yang cukup mendalam yang ingin disampaikan
Imam Ahmad dalam jawabannya yang ringkas ini. Bahwa belajar, menuntut ilmu itu
tidak memiliki dead line atau batas akhir bagi manusia melainkan
kematian. Manakala seseorang sudah merasa cukup dengan ilmu yang dimilikinya,
merasa bangga dengan kemampuannya maka hakikatnya ia sedang akan berjalan di
tempat. Imam Syafi’i pernah mengatakan jika engkau tidak mau merasakan letih
dan capek dalam belajar maka rasakanlah kebodohan dan kesempitan hidupmu esok
hari.
Ada
satu hal yang harus diingat bahwa ilmu yang baik adalah yang bermanfaat tidak
hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk orang lain dan lingkungannya.
Disinilah letaknya manfaatnya ilmu, yakni jika dengan ilmu yang dimilikinya
mampu menerangi tempat gelap, menunjukkan orang yang tersesat, meluruskan apa
yang bengkok, menjernihkan apa yang keruh dan mencairkan apa yang beku. SEMOGA**.
Komentar
Posting Komentar