SAUDARAKU,
JANGAN MUDAH MEMVONIS
Dimuat di Harian Suara Pemred, 2 Januari 2017
Kiranya
tidak ada yang lebih menyakitkan selain ketika kita dicap oleh orang lain
dengan stigma yang tidak sebenarnya, dengan predikat yang tidak kita miliki dan
dengan stempel yang dialamatkan kepada kita namun salah alamat. Pada posisi
inilah bahayanya fitnah.
Fitnah
dalam kajian literatur bahasa Indonesia adalah komunikasi
kepada satu orang atau lebih yang bertujuan untuk memberikan stigma negatif
atas suatu peristiwa yang dilakukan oleh pihak lain berdasarkan atas fakta
palsu yang dapat memengaruhi penghormatan, wibawa, atau reputasi seseorang. Dampak
dari fitnah ini adalah munculnya anggapan yang kecenderungannya pada mudahnya
memvonis seseorang. Dalam bahasa komunikasi, kondisi ini disebut dengan trial
by the press.
Sesungguhnya tidak selayak dan tidak semudahnya kita memvonis
atau menstigma seseorang sehingga benar-benar dilakukan check dan re-check,
tabayyun dalam bahasa agama. Kenapa? Keterbatasan informasi, pergaulan
yang tidak dalam 24 jam, indera penglihatan yang hanya mampu melihat secara
kasat mata apa yang nampak saja ditambah lagi dengan negative thinking
sangat rentan untuk disusupi dengan pola pikir yang mudah memberikan predikat
negatif pada orang lain.
Kisah berikut ini, kiranya dapat menyeruak cara berpikir kita
untuk tidak mudah memvonis siapapun. Diceritakan seorang raja yang menyamar
sebagai rakyat jelata mengadakan blusukan di sebuah kampung, saat
melintasi sebuah lorong sempit dilihatnya sesosok mayat laki-laki tergeletak di
tanah. Anehnya, beberapa orang yang lalu lalang dijalanan itu tidak satupun
yang peduli, cuek terhadap mayat tersebut. Kepada satu orang yang sedang
melintas, rajapun bertanya, “ada apa dengan mayat ini, kenapa tidak satupun
yang mempedulikannya,” Jawab
orang yang lewat, “siapa yang sudi mengurus jenazahnya, ia adalah adalah orang
senang meminum khamar, ia orang suka berzina mengunjungi tempat prostitusi”,
raja kemudian berujar, “tolong antara saya dan jenazah ini ke keluarganya,
walau bagaimanapun ia adalah seorang manusia”, tatkala jenazahnya sudah di
rumah, isterinya langsung menangis karena ternyata yang datang adalah jenazah
suaminya yang dicintainya, sambil menangis, sang isteri berkata, “Semoga engkau
dirahmati Allah wahai Wali Allah, dan aku bersaksi bahwa engkau adalah orang
yang saleh”, sang rajapun kaget, mengapa isterinya menyebut suaminya dengan
sebutan wali Allah, sementara jenazahnya tidak satupun orang yang peduli untuk
mengurusnya.
Sang isteri menjelaskan, “bahwa apa yang orang lihat pada
zahirnya tidaklah sejalan dengan apa yang menjadi kenyataannya, benar bahwa
suamiku setiap malam pergi ke penjual khamar di warung-warung, ia membeli
khamar dalam jumlah yang banyak kemudian dibawa pulang ke rumah, lantas setiba
di rumah, kulihat khamr yang dibelinya bukan untuk diminumnya tapi dibuangnya
ke toilet atau tempat pembuangan. Hal ini dilakukannya dengan maksud supaya
saudara-saudaranya kaum muslimin lainnya yang tergoda untuk meminum khmar tidak
jadi membeli karena khamrnya telah habis terjual dan itu ia lakukan demi
menyelamatkan kaum muslim lainnya”.
“Lantas dengan seringnya ia berkunjung ke tempat prostitusi?”
sergah sang raja bertanya penasaran. “Adapun ia dituduhkan sebagai orang yang
gemar ke tempat perzinaan adalah dengan memberi uang kepada para pelaku
zina/WTS sambil berkata, malam ini kau kubayar tanpa aktifitas apapun dari ku
dan jangan kau layani siapapun hingga pagi hari, semoga apa yang kulakukan ini
dapat meringankan keburukan para pezina dan menyelamatkan keburukan lainnya.
Namun sebagian orang menyaksikan dan mengetahui apa yang suamiku lakukan
membicarakannya dengan penuh keburukan, seakan suamiku tidak ada celah kebaikan
yang dapat diikuti, tetapi ketahuilah wahai tuan, suamiku pernah berujar, saat
ia meninggal maka yang akan memandikan dan mengurus jenazahnya adalah orang
yang berkuasa di negeri ini”.
Tiba-tiba mata sang raja basah dan menangis, dan berkata,
Wahai Ibu, benarlah apa yang suamimu katakan, bahwa akulah raja di negeri ini,
sengaja menyamar untuk melihat bagaimana kondisi rakyatku dan besok kami akan
menyelenggarakan pemakaman untuk suamimu ini.
Diantara hikmah yang dapat diambil dari kisah di atas, bahwa
sering kita menilai orang hanya dengan melihat penampilan luarnya saja, bahkan
sekedar dari omongannya saja. Seandainya kita mampu bersikap bijak dengan
memandang orang lain sebagai makhluk ciptaan-Nya, menilai dengan positive
thinking niscaya mungkin kita akan
berkata ia lebih baik dari kita.
Pelajaran lainnya adalah bahwa kadang kemuliaan seseorang
tidak dinampakkan secara kasat mata tetapi bahwa ia dimuliakan oleh makhluk
selain manusia. Bukankah manusia adalah satu diantara makhluk-makhluk yang ada.
Mushthofa Bisri atau yang akrab dipanggil Gus Mus pernah
berkata, “akau memuliakan anda karena anda adalah manusia meskipun satu saat
anda menghina saya, saya akan tetap menghormati anda karena saya adalah
manusia”. Semoga**
Komentar
Posting Komentar