Guru Kreatif Karena Adanya “Ruang Kreatif” // Pontianak Post,11 Oktober 2014
Guru Kreatif Karena Adanya “Ruang
Kreatif”
Cicero, seorang filsuf
besar asal Romawi yang menjadikan demokrasi dan hukum alam sebagai acuan
perilaku kepentingan manusia pernah berujar, “yang abadi dalam sistem kehidupan
ini adalah perubahan”. Dalam kaitannya dengan perubahan, dua hal yang ingin
penulis sampaikan. Pertama, meskipun ia sebuah keniscayaan dan tiap orang
mengalaminya dengan tingkatan yang berbeda-beda, namun tidak semua orang mampu
menangkap sinyal-sinyal perubahan itu dan ia berlalu begitu saja. Kedua, di
dalam perubahan terdapat sejumlah tantangan sekaligus peluang dan entri
point menuju pintu kesuksesan. Perubahan akan menjadi peluang manakala
seseorang tahu dan faham akan makna perubahan itu sendiri. Dan yang terpenting
ia ingin berubah.
Akan menjadi menarik
jika kita bicarakan perubahan ini dalam lingkup terbatas yakni sekolah sebagai
sebuah lembaga pendidikan. Apajadinya jika sekolah tidak tanggap dengan
perubahan?
Perubahan merupakan
sebuah keniscayaan jika sebuah lembaga pendidikan ingin tetap eksis di kancah
persaingan global (2012: 186). Akan beda sekolah yang berpola pikir “seadanya”,
“apa adanya” dan “ada apa”. Demikian juga akan beda antara guru atau kepala
sekolah yang berfikir kreatif dan guru yang merasa sudah kreatif dengan
“rutinitas pembelajarannya”.
Dalam buku The New
Meaning of Education Change oleh Michael G. Fullan dan Suzanne Stiegelbauer
menyebutkan bahwa perubahan dengan berbagai modelnya diantaranya dapat
terbentuk karena terbukanya akses informasi sehingga berbagai perubahan di
tempat lain dengan mudah dipelajari dan bahkan diadopsi. Model perubahan
lainnya adalah adanya agen perubah eksternal.
Dalam hubungannya
dengan guru kreatif, maka keberadaannya sangat dipengaruhi oleh suasana dan
budaya pembelajar yang ada di sekolah itu. Kepala sekolah, dewan guru,
fasilitas dan warga sekolah ikut membentuk sejauh mana kreatifitas seorang
guru. Sederhananya adalah bahwa di sekolah perlu disediakan “ruang kreatif”
untuk guru mengembangkan potensi dan ide-ide segarnya.
Ruang kreatif ini sama
dengan sanggar kreatifitas yang di dalamnya diajarkan dan dikondisikan satu
lingkungan yang siapapun dapat mengakses “ruang kreatif” itu. Dalam buku
Kesalahan-kesalahan Umum Kepala Sekolah Dalam Mengelola Pendidikan (2012:177)
disebutkan bahwa “ruang kreatif” ini tidak akan pernah muncul manakala
managernya yakni kepala sekolah adalah orang yang tidak punya ide dan
kreatifitas untuk mengembangkan potensi untuk kemajuan sekolah. Hilangnya celah
dan ruang kreatif ini dapat mematikan ruang kemajuan sekolah. Disinilah kiranya
letak visi seorang kepala sekolah bahwa kemajuan sekolah tidak hanya sejauh
mana ia mampu mencapai prestasi-prestasi pelajaran, tetapi kerja keras dan
kerja cerdas dengan menggerakkan dan memberikan ruang kreatif dan ini mampu
memberikan spirit baru untuk kemajuan sekolah.
Hal yang sering penulis
sampaikan adalah bahwa untuk memajukan sebuah lembaga pendidikan dapat ditempuh
dengan jalur akademik dan non akademik. Jalur akademik telah sangat jelas
konsepnya, namun jalur non akademik ternyata dapat dengan cara memaksimalkan
dan menyediakan ruang kreatif untuk siswa, guru dan warga sekolah lainnya. Satu
analogi dapat penulis kemukakan, ketika ada dua jalur atau jalan lain yang
dapat ditempuh, sementara kita tahu bahwa jalan pertama yang akan kita lalui
adalah jalanan yang macet dan dipastikan akan lama sampai ke tujuan, maka cara
yang dapat ditempuh adalah dengan mengambil rute lain dan sampai ke tujuan.
Mengambil rute lain inilah yang kadang tidak dipikirkan oleh para manager
(kepala sekolah) untuk mengangkat “harkat dan martabat sekolahnya”. Ketika
jalur non akademik lewat satu kegiatan ekskul telah dipenuhi oleh sekolah lain
dengan ekskul Paskibra-nya, Pramuka-nya, Drumband-nya. Kepala sekolah yang kreatif akan mengambil rute lain
untuk mengeksiskan keberadaan sekolahnya, bisa dengan ekskul puisi, qasidah,
pantun berdendang (tundang) dan sebagainya.
Kepala sekolah yang kreatif
akan dengan rela dan antusias menyediakan “ruang kreatif” untuk gurunya. Ketika
guru kreatif muncul dari dampak adanya “ruang kreatif” maka akan dapat
dipastikan bahwa masyarakat akan memandang berbeda terhadap sekolah itu. Ini
terjadi karena adanya “ruang kreatif”. Dan memang sejarah membuktikan, indahnya
dunia ini, mudahnya melakukan aktifitas saat ini dikarenakan kadang-kadang
muncul dari ide kreatif, dari “ruang kreatif” dan dari sekolah yang menjunjung
tinggi kreatifitas warganya. Semoga.**
Dimuat di Harian Pontianak Post
Edisi 11 Oktober 2014
Komentar
Posting Komentar