Empat Celah
Yang Menghancurkan Manusia
Perkataan yang baik dan pemberian maaf
lebih baik daripada sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti. Allah Maha
Kaya, Maha Penyantun.
(QS. al-Baqarah/2: 263)
Dalam buku Unleash Your Inner Power with Zen: 50 Kisah Zen untuk
Memaksimalkan Potensi Diri disebutkan kalimat inspiratif dan motivasi
berikut, Berhati-hatilah dengan pikiranmu, karena ia akan menjadi ucapanmu;
Berhati-hatilah dengan ucapanmu karena ia akan menjadi tindakanmu; Berhati-hatilah dengan tindakanmu karena ia
akan menjadi kebiasaanmu; Berhati-hatilah dengan kebiasaanmu karena ia akan
menjadi karaktermu dan; Berhati-hatilah dengan karaktermu karena ia akan
menjadi takdirmu. Kalimat inspiratif tersebut selanjutnya akan menjadi personal
branding atau pembentuk imej dan persepsi bagi seseorang terhadap orang
lain karena ia akan menjadi sebuah karakter. Ringkasnya, adanya stigma
berangkat dan berawal dari sebuah pola pikir seseorang.
Kebenaran dalam berpikir akan menuntun seseorang untuk berpikir
positif, keruntutan dalam berpikir akan menuntun seseorang untuk berpikir
sistematis. Konsep inilah yang kemudian dikenal dengan berpikir positif (positive
thinking), dalam bahasa agama disebut dengan husnuzh zhan (baik
sangka). Demikian juga sebaliknya, kesalahan dalam berpikir akan mengarahkan
seseorang untuk berpikir memandang sesuatu dari sisi negatif, yang muncul
kemudian adalah seakan tidak ada nilai kebaikan pada seseorang karena sudah
diawali dengan persepsi yang su’uzh zhan (buruk sangka).
Dalam buku Allah Pun “Tertawa” Melihat Kita (2016: 72)
disebutkan empat celah yang dapat menghancurkan manusia. Pertama,
pandangan atau penglihatan. Dua mata kita sesungguhnya memiliki kekuatan yang
dahsyat baik untuk mempengaruhi orang lain bahkan ia sangat dahsyat dapat
mempengaruhi pola pikir seseorang. Apa yang dilihatnya akan terekam dan
melahirkan lintasan pikiran. Pandangan sesungguhnya adalah mukaddimah bagi
setiap aktifitas yang membawa dampak positif atau negatif dalam kehidupan manusia. Dari
sisi inilah, tepat jika dinyatakan hendaknya kita senantiasa menjaga dan mengendalikan
pandangan.
Kedua, lintasan dalam pikiran, celah inilah yang sebenarnya
paling sulit diantisipasi. Betapa tidak, setiap ucapan dan perbuatan kita, baik
atau jahat, hina atau mulia, adalah refleksi atau pantulan dari apa yang
menjadi pola pikir kita. Sekedar mengambil ibarat yang sering dikemukakan Aa
Gym, teko yang berisi air teh hanya akan mengeluarkan air teh, gelas yang
berisi air susu dapat dipastikan keluar dari mulut teko yang di dalamnya berisi
air susu. Maknanya, apa yang keluar sebagai ucapan atau tindakan adalah berasal
dari pola pikir yang mendasarinya. Disinilah letaknya kekuatan akal pikiran
manusia.
Ketiga, ucapan. Apa yang menjadi ucapan adalah sedikit banyak menunjukkan
gambaran karakter seseorang. Anak yang diajarkan untuk tidak terbiasa teriak
dan memaki maka sikap yang muncul adalah adanya kata-kata yang santun dan
tenang. Anak-anak yang terbiasa mendengar makian dan celaan maka yang nampak
adalah terbiasanya mereka memaki dan mencela apapun dan siapapun. Inilah makna
dari kata-kata lunakkanlah suara saat kita berbicara.
Keempat, tindakan. Perbuatan yang dilakukan memperkuat pikiran kita dan
mengokohkan lisan kita. Disinilah letak pentingnya sosok manusia yang memegang
teguh komitmen yang dalam bahasa agama disebut dengan amanah. Dan disini
pula-lah yang menjadi keinginan para pendiri negeri ini yang tertuang dalam
lagu Kebangsaan Indonesia Raya, Bangunlah Jiwanya Bangunlah Badannya.
Bangunlah jiwanya bermakna semangat dan spirit untuk maju dan menjadi lebih
baik harus selalu ditanamkan dan digelorakan untuk setiap anak bangsa, demikian
juga bangunlah badannya, segala media, lingkungan dan sarana fisik harus juga
diperhatikan sehingga menjadi anak-anak negeri yang seimbang rohani-jasmaninya,
sehat pikiran dan lisannya dan benar tindakannya.
Tetapi ternyata bahwa apa yang dilihat
kadang tidak selalunya benar dan tepat, hal ini dapat dimaklumi karena
pandangan mata hanya sebatas melihat obyek yang kasat mata, obyek yang zahir
dan dapat ditangkap sebagaimana panca indera penglihatan pada umumnya. Sebuah
kalimat mulia dapat kita jadikan pijakan, berkatalah yang baik atau jika tidak
bisa berkata baik maka lebih baik diam.**
Komentar
Posting Komentar