Istiqamah
dalam Beramal
“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan
kepadamu
dan (juga) orang yang telah taubat
beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya dia Maha
melihat apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Huud/11: 112)
Istiqamah adalah upaya
seseorang untuk menempuh ajaran agama Islam yang benar dengan tidak berpaling
ke kanan maupun ke kiri. Istiqamah ini mencakup pelaksanaan semua bentuk
ketaatan kepada Allah lahir dan batin, dan meninggalkan semua bentuk
larangan-Nya. Sederhananya, istiqamah adalah bersikap konsisten, teguh pendirian
dan tegak lurus dalam menjalankan sebuah keyakinan.
Sikap istiqamah dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Ada seorang bapak dan anaknya yang pergi ke pasar untuk
membeli seekor kuda untuk dijadikan kendaraan tunggangan. Ketika kuda sudah
dibeli dan sang anak menunggangi kuda sementara si Bapak menuntun kuda. Begitu
melewati sebuah kampung, mulailah orang-orang yang dilewatinya berkomentar
sinis, “Ah, anak ini tidak tahu adab sopan santun, masa’ orang tuanya
disuruh menuntun kuda dengan berjalan kaki sementara si anak dengan nyamannya
duduk di atas kuda”. Mendengar mereka berdua dibicarakan orang yang
dilewatinya, sang Bapak berkata kepada anaknya, “Nak, tadi kita dibicarakan
oleh orang-orang yang kita lewati dan menyebut engkau anak yang tidak tahu budi
sopan santun, “ Sang anakpun bertanya, “Jika demikian, sebaiknya apa yang kita
lakukan Pak?” Sang Bapak memberikan tawaran, “Kalau begitu, sekarang kita
gantian, Bapak menunggang kuda dan engkau menuntun kuda”. Si anakpun
mengiyakannya.
Ketika posisi sudah bergantian dengan sang Bapak
menunggang kuda dan melewati kerumunan orang, seketika beberapa orang dari
kerumunan orang itupun berujar, “Sungguh tidak tahu diri Bapak ini, kok
anak kecil disuruh nuntun kuda, sementara mungkin perjalanannya masih
jauh, keterlaluan sang Bapak ini”, demikian kira-kira komentar mereka.
Mendengar komentar tersebut, sang Bapak berkata kepada anaknya lagi, “Nak,
kedengaran ndak oleh kamu, dengan posisi Bapak menunggang kuda dan kamu
menuntun kuda dikatakan Bapak terlalu tega dengan kondisi ini dengan menyuruh
kamu menuntun kuda? Sebaiknya posisi kita tidak ada yang menaiki kuda salah
seorangpun”, ujar sang Bapak. Akhirnya kuda itupun dibiarkan berjalan tanpa
penunggang satupun dan begitu melewati sebuah kampung, ternyata masih
ada orang yang membicarakan mereka dengan ucapan bukankah mereka ke pasar untuk
membeli kuda, dan ketika kuda sudah dibeli kenapa tidak ditunggangi, demikian
komentar orang kampung yang mereka lewati.
Mendengar hal itu, seketika itu juga sang Bapak
mengatakan kepada anaknya, “Nak, sepertinya kita selalu dibicarakan orang,
ketika engkau menaiki kuda dikatakan engkau tidak tahu sopan santun dan adab ke
orang tua. Ketika Bapak menunggangi kuda dikatakan Bapak tega membiarkanmu
jalan kaki, dan ketika kita biarkan kuda ini berjalan tanpa ada yang
menunggangi dikatakan percuma membeli kuda dan sekarang kita tidak ada pilihan
lain, kita tunggangi kuda ini berdua!” demikian kata sang Bapak. Kuda itupun
ditunggangi oleh bapak dan anak dan ternyata masih juga ada komentar dari orang
yang dilewatinya, Apa komentar yang mereka dengar? “Bapak dan anak menaiki
seekor kuda, berapa berat badan mereka dan mampukah kuda itu menahan beban
mereka? Sungguh keterlaluan dua makhluk ini”.
Dari ilustrasi di atas, pertanyaan pertama yang dapat
dikemukakan adalah apakah ada sebuah kebaikan atau amal saleh yang lepas dari
komentar orang? Apakah ada aktifitas kita yang tidak akan dibicarakan orang.
Pasti jawabannya tidak akan pernah ada satupun aktifitas kita, amalan kita dan
bahkan perbuatan baik sekalipun yang tidak lepas dari pembicaraan orang. Jika
demikian halnya, satu hal yang dapat kita lakukan adalah lakukanlah kebaikan
itu, dan yakinlah kebaikan itu akan bermanfaat bagi siapapun setidak-tidaknya
telah menjadi karakter pribadi kita masing-masing. Pepatah mengatakan anjing
menggonggong kafilah tetap berlalu. Inilah yang dalam bahasa agama dinamakan
dengan istiqamah. **
Komentar
Posting Komentar