Sangat Sibukkah Kita, Sehingga Allah-pun Kita Lupakan
Oleh Sholihin HZ*
(Ketua PW Pergunu Kalimantan Barat/ Sekum PW IPIM Kalimantan Barat)
Sejatinya, tugas kita sesungguhnya saat diciptakan adalah sebagai seorang hamba, yang benar-benar hamba. Hamba adalah seorang yang mengikuti apa yang ditentukan oleh majikan. Posisi kita sebagai hamba di hadapan Allah sangat berbeda dengan penghambaan seorang manusia kepada manusia. Jika penghambaan seorang hamba kepada sesamanya maka segala ktifitasnya dibatasi, sarana dan prasarana seadanya bahkan ada yang tidak terpenuhi, fasilitas mewah jauh dari keadaannya. Seorang yang menjadi hamba manusia maka dapat dipastikan berbagai keistimewaan fasilitas tidak mungkin sama dengan fasilitas majikannya. Inilah bedanya dengan seorang yang menjadi hamba Allah SWT. sejak lahir kita sudah diberi berbagai fasilitas untuk menunjang fungsi kita sebagai seorang hamba.
Secara tersirat, fasilitas yang diberikan Allah SWT terkait dengan diposisikanya kita sebagai hamba adalah pertama-tama dibekalinya dengan ilmu. Surat al Baqarah yang merupakan surat kedua pada ayat-awal awalnya menyebutkan bekal pertama seorang hamba adalah diajarkannya Nabi Adam as dengan ilmu (wa ‘allama aadamal asmaa a kullaha). Ilmu menjadi fasilitas pertama yang diberikan Allah SWT untuk menunjang sukses dan lancarnya misi manusia sebagai seorang hamba.
Bahkan ini menjadi satu nilai plus nabi Adam as ketika dihadapkan kepada malaikat. Apalagi Allah SWT dengan tegas menyatakan Aku lebih tahu (inni a’lamu maalaa ta’lamuun). Tidak hanya itu, fasilitas untuk menunjang kehidupan selanjutnya sudah dipersiapkan oleh Allah SWT. Kelengkapan tubuh kita sudah diberikan yang terbaik oleh-Nya, udara gratis, bernafas semau kita, air dan kebutuhan lainnya tersedia di alam semesta ini. Dikaruniai kecerdasan yang bertingkat bahkan hingga dengan kemampuan tinggi. Dikaruniai kecerdasan sehingga prospek kehidupan lebih baik dari sebelumnya, anak dan isteri/ suami sehat dan membahagiakan. Inilah kemurahan Sang Pencipta. Tapi sungguh disayangkan adanya orang yang masih menganggap bahwa kemampuan dan keberhasilan adalah karena kecerdasannya berpikir, kecerdasannya melihat peluang keberhasilan. IQ yang tinggi, IPK yang sempurna dnegan kelulusan perkuliahan membanggakan. Ujian kebahagiaan ini tidak sedikit menggiring seseorang menjadi berkarakter Firaun dan Qarun.
Diceritakan, unutk melihat sikap Qarun sebagaimana direkam dalam Qs. Al Qashash/ 28: 79, Nabi Musa AS memanggil Qarun dan menegurnya dengan mengatakan, "Apa yang mendorongmu melakukan hal ini?" Lalu Qarun menjawab, "Hai Musa engkau merasa lebih mulia dengan gelar kenabian sementara aku lebih mulia darimu dengan harta kekayaan. Jika engkau mau, keluarlah dan berdoalah untuk dapat mengalahkan aku. Aku juga akan keluar untuk mendoakan keburukan bagimu." Allah SWT tidak ridha dan menenggelamkan Qarun beserta harta dan pengikutnya sebagaimana dalam surat yang sama pada ayat 81.
Sebegitu banyak kemuliaan yang Allah berikan namun demikian juga sikap pembalasan kita atas karunia yang diberikan-Nya? Antara nikmat dan sikap pembalasan kita sungguh-sungguh bertolak belakang. Perintah bersyukur malah dibalas dengan sikap kufur. Perintah untuk taat justru dibalas dengan membanggakan maksiat. Perintah untuk mendirikan sholat namun dibalas dengan banyaknya kesalahan dan dosa.
Saudaraku, Allah SWT memperkenalkan Diri-Nya dengan dua sifat kemuliaan dan sifat tersebut diulangnya lagi, yakni ar-Rahman dan ar-Rahim. Betapa IA yang Maha Perkasa dan berbagai sifat-Nya namun mengenalkan sifat kasih dan sayang sebagai sifat yang utama dan pertama sebagaimana dalam Qs. Al Fatihah.
Panggilan azan adalah panggilan untuk menghadap-Nya. Bacaan ayat-ayat al Quran adalah bacaan tentang kemuliaan dan kemahabesaran-Nya, adanya orang-orang saleh adalah cara-Nya untuk menjaga pergaulan dan keimanan kita. Kita sering lupa bahwa berbagai kenikmatan yang disebutkan di atas adalah karena ar-rahman dan ar-rahimNya lebih luas dari murka-Nya. Dari Abu Hurairah r.a., Nabi SAW sebagaimana ia menceritakan hal itu dari Tuhannya: “Ada seorang hamba yang berbuat dosa lalu dia mengatakan: “Ya Allah, ampunilah dosaku. Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Tuhan yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa. Maka Allah mengampuni dosanya, kemudian hamba tersebut mengulangi lagi berbuat dosa, lalu dia mengatakan: “Wahai Tuhan, ampunilah dosaku”. Lalu Allah berfirman: “Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Tuhan yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa”. Maka Allah mengampuni dosanya, kemudian hamba tersebut mengulangi lagi berbuat dosa, lalu dia mengatakan: “Wahai Tuhan, ampunilah dosaku”. Lalu Allah berfirman: “Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Tuhan yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa. Berbuatlah sesukamu, sungguh engkau telah diampuni”. (HR. Muslim).
Mari kembali pada Allah dengan sepenuh hati tunduk atas perintah-Nya. Banyak-banyaklah mengingat-Nya dalam keadaan dan kondisi apapun. Jangan sampai kita jatuh pada finalisasi yang Allah maktubkan dalam Qs. Al Hasyr: 19: “Janganlah kamu seperti orang-orang yang melupakan Allah sehingga Dia menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik.” Semoga kita menjadi hamba-Nya yang tidak melupakan siapa penciptanya**.
Komentar
Posting Komentar