Menjaga Keistiqamahan

Oleh Sholihin HZ** (Ketua Komisi Ukhuwah Islamiyah MUI Kalimantan Barat & Ketua PW Pergunu Kalimantan Barat) ISTIQAMAH terambil dari kata قام (qooma) diantara maknanya adalah tegak lurus dan tekad yang kuat. Istiqamah juga berarti sikap konsisten dalam kebaikan. Istiqamah jika difahami dengan benar adalah sikap sebagai kuatnya tekad dan semangat untuk selalu konsisten. Demikianlah, istiqamah sesungguhnya bukanlah sikap yang mudah dan sederhana. Istiqamah membutuhkan komitmen. Komitmen untuk konsisten itulah istiqamah. Perlukah kita istiqamah? Sangat diperlukan, kata bijak berikut menyebutkan “saat hadir di dunia kita tidak bisa memuaskan siapapun dan menggembirakan siapapun. Akan ada komentar dan reaksi terhadap apa yang diperbuat”. Perkataan bijak lainnya adalah, lakukan yang terbaik maka dunia akan menilai”. Untuk mendapatkan nilai yang terbaik maka diperlukan keseriusan, fokus pada apa yang menjadi tujuan diperlukan keistiqamahan. Sangat tepat jika disebutkan istiqamah melahirkan kemuliaan (karomah. Kisah inspiratif tentang anak dan bapak yang pergi ke pasar membeli seekor kuda kiranya tepat untuk menggambarkan perlunya seseorang kuat memegang sebuah prinsip karena pasti akan ada pro-kontra. Satu hari bapak dan anak membeli seekor kuda, saat menuju pulang, anak dinaikkan ke atas kuda sementara bapak menuntun kuda sambil berjalan disi kudanya. Saat lewat di sekelompok orang, ada orang yang berkomentar, ”inilah contoh anak durhaka, betapa si anak membiarkan orang tuanya jalan kaki sementara anaknya enak-enakan di atas kuda”. Mendengar itu, bapak berujar pada anaknya bahwa sikap mereka dighibah orang lain. “Jika demikian, posisi bapak saja di atas kuda dan ananda menuntun kuda”, ujar bapak kepada anaknya. Saat posisi demikian, mereka melewati sekelompok orang dan didengar komentar orang-orang yang mereka lewati yang menyatakan betapa tega bapak yang membiarkan anaknya jalan kaki sedangkan ia santai di atas kuda. Bapak menyatakan pada anaknya betapa dua posisi masih dikomentari orang lain. Lantas Bapak berkata, “anakku, kali ini tidak ada satupun yang menaiki kuda karena keduanya sudah dikomentari orang lain.” Akhirnya keduanya berjalan beriringan dengan posisi kiri dan kanan dan tidak ada satupun yang menaiki kuda. Saat melewati sekelompok orang, masih ada komentar yang mempertanyakan untuk apa ada kuda yang sehat dan segar namun tidak ditunggangi. “anakku, saat kuda tidak kita naiki, itulah komentar orang-orang yang dinilainya mubazir”. Akhirnya keduanya menaikikuda dengan posis anak di depan dan bapak dibelakangnya. Lantas menunggang kuda dengan perlahan dan melewati sekelompok orang. Masih ada yang berkomentar, “betapa beratnya beban kuda menanggung kedua orang itu”, demikian kira-kira komentar orang-orang. Pelajaran penting dari kisah di atas adalah betapa aktifitas kita akan menjadi bahan perbicangan bagi siapapun. Betapa kita harus siap untuk dibicarakan. Disinilah pentingnya memiliki tekad dan komitmen untuk sebuah kebajikan. Sepanjang itu sebuah kebaikan maka tetaplah untuk istiqamah. Bagaimana cara kita supaya bisa istiqamah?
Pertama, mohon kekuatan jiwa dan raga agar selalu diberikan semangat untuk beribadah. Inilah doa yang dikhususkan Rasulullah saw untuk sahabatnya Mu’adz bin Jabal dengan iringan doa ‘allaahumma a’innii ‘alaa zikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatik”. Ya Allah tolonglah kami untuk selau ingat padaMu, syukur (atas nikmatMU) dan baguskan ibadah kepadaMu”. Kedua yakni bergaul dengan orang-orang yang dapat meningkatkan semangat dalam beribadah yaitu orang-orang ‘alim faqih, orang-orang tawadhu dan sebagainya.**

Komentar

Postingan Populer