Doa sebagai Bentuk Menghambakan Diri
Oleh Sholihin HZ**
(Ketua Komisi Ukhuwah Islamiyah MUI Kalimantan Barat/ Ketua PW Pergunu Kalimantan Barat)
Pada hakikatnya, doa adalah mengajukan permintaan kepada yang dianggap lebih. Lebih karena memiliki kekuatan, lebih karena memiliki kekuasaan, dianggap lebih karena memiliki apa yang tidak dimiliki oleh yang meminta. Sebagai term yang sangat dikenal dalam literasi keagamaan, maka doa adalah permohonan yang diajukan kepada Allah SWT. Dalam konteks ini, maka doa bukan sekedar memohon agar dikabulkan oleh Allah SWT tapi memang kita diperintahkan untuk berdoa. Dengan demikian, doa dapat dilihat sebagai wujud kelemahan diri sehingga perlu Zat yang menyelamatkan dan melindungi diri.
Nash yang menyatakan tentang perintah berdoa diantaranya adalah Qs. Al Baqarah/ 2: 186: “Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang Aku, sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Maka, hendaklah mereka memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran. Demikian juga dalam Qs. Ghafir/ 40: 60 dinyatakan: ”Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu (apa yang kamu harapkan). Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri tidak mau beribadah kepada-Ku akan masuk (neraka) Jahanam dalam keadaan hina dina.”
Orang-orang yang sudah riyadhah dan melewati tahapan perenungan maka mereka tidak lagi fokus sekedar pada apa yang menjadi materi permohonannya tapi semata memenuhi perintah Allah SWT bahwa memang berdoa diperintahkan oleh Allah SWT. Baginya tidak lagi membatasi pada apa isi doanya, karena ia meyakini apa yang diberikan Allah SWT pastilah yang terbaik untuknya. Husnuzhzhan sudah menjadi cara berpikirnya dalam memahami ketentuan Allah SWT.
Terkait dengan redaksi doa, Prof Quraish Shihab (2022: 94-97) menyebutkan ada enam redaksi doa yang terdapat dalam al Quran. Pertama, permohonan aktif agar dianugerahi dan dikabulkan permintaannya. Doa rabbana atina fid dunya hasanah (Qs. Al Baqarah/ 2: 186) adalah masuk dalam ketegori ini. ”Tuhan kami, anugerahilah kami kebajikan di dunia”. Kedua, permohonan dalam bentuk negasi agar terhindar dari sesuatu contohnya seperti dalam Qs. Yunus/ 10: 85 yang berbunyi: robbana la taj’alna fitnatallil qawmizh zholimin. ” Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi kaum yang zalim.”
Berikutnya adalah menggabung bentuk yang pertama dan kedua seperti dalam Qs. al-Mumtahanah/ 60: 5: ”Tuhan Pemelihara kami, janganlah jadikan kami ujian buat orang orang-orang kafir dan ampunilah kami (wahai) Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau adalah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” Redaksi yang keempat dari bentuk doa adalah penyampaian atau pengaduan tentang keadaan yang sedang dialami pemohon, tanpa dengan tegas memohon sesuatu tetapi pada hakikatnya itu merupakan permohonan. Hal ini ditempuh karena yang bersangkutan bisa jadi "malu” pada Allah atau karena merasa bahwa kesulitan yang dialami adalah ujian yang dikehendaki Allah untuk dijalaninya guna mengangkat derajatnya. Namun, kendati apa yang diminta tidak terucapkan, terselip harapan kiranya Allah memilihkan yang terbaik. Teks doa seperti ini dituangkan dalam Qs. Al Anbiya/ 21: 83 yang diucapkan oleh Nabi Ayyub as: “(Ya Tuhanku,) sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Tuhan Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang.”
Selanjutnya yang ke-lima, redaksi doa dipanjatkan dalam bentuk pertanyaan. Menurut Prof Quraish bahwa redaksi ini seperti ucapan mereka yang tersiksa di neraka. Termaktub dalam Qs. Ghafir/ 40: 11: ”Kami telah mengakui dosa-dosa kami, maka adakah jalan untuk keluar?” dan terakhir, redaksi yang digunakan dalam memanjatkan doa adalah redaksinya tidak mengandung permohonan tetapi membacanya dengan niat memohon seperti membaca ayat kursi atau Qs. Yasin atau Qs. Al Kahfi dan ayat-ayat yang dibaca dalam konteks mengharapkan kesembuhan.
Berbagai redaksi doa di atas, dapat difahami sebagai bentuk ketidakberdayaan kita dihadapan Allah. IA yang Maha Menyembuhkan, Maha Memenuhi Hajat yang Meliputi Semua Ciptaannya. Berdoalah karena Ia yang memerintahkan maka berdoa sesungguhnya juga sebagai tanda orang-orang yang patuh pada perintah-Nya.*
Komentar
Posting Komentar