Membangun Integritas ASN Kementerian Agama
Oleh Sholihin H. Z.
(ASN Kementerian Agama Kota Pontianak)
Lima budaya kerja Kementerian Agama didengungkan
sebagai pijakan dasar untuk perubahan mental bangsa ini khususnya Aparatur
Sipil Negara (ASN) di bawah Kementerian Agama. Lima budaya kerja ini jika
dicermati merupakan program sinergitas (perpaduan) antara kekuatan pikiran
(mental) dan pola kerja (sikap). Perpaduan yang apik dan baik tidak hanya akan
menghasilkan perubahan secara keseluruhan sebagai sebuah institusi tapi yang
terpenting adalah perubahan dari setiap ASN Kementerian Agama karena bukankah
organisasi apapun selalu terdiri dari adanya individu-individu? Dan individu
yang berkualitas adalah yang memiliki integritas, yang profesional, pribadi
yang inovatif, kepribadian yang bertanggung jawab dan mampu menjadi teladan
dimana dan bagi siapapun.
Sesungguhnya
jika kita kaji dan dan cermati bahwa kata kunci untuk membangun budaya kerja pada
kementerian ini adalah satu kata yakni integritas. Kata integritas dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia menunjuk pada arti sesuatu yang memiliki nilai
tersendiri karena mutunya yang karena mutu tersebut menempatkan ia menjadi
sesuatu yang memiliki arti dan bernilai. Darinya muncul pesona keanggunan
sekaligus kewibawaan dan terpancar sosok yang memiliki integritas. Nabi Muhammad SAW adalah sosok pribadi yang
memiliki kepribadian yang paripurna dan integritas tinggi. Satunya kata dan
perbuatan, memegang teguh nilai-nilai kebenaran adalah di antara indikasi
beliau seorang yang memiliki integritas.
Dalam konsep kepemimpinan dikenal
istilah Total Quality Management (TQM). Kata total dalam TQM menegaskan bahwa setiap
orang yang berada di dalam organisasi harus terlibat dalam upaya melakukan
perbaikan dan peningkatan secara berkelanjutan. Kata manajemen dalam TQM
berlaku bagi setiap orang karena setiap orang adalah manajer bagi
tanggungjawabnya masing-masing.
Konsep
ini menekankan pada perbaikan pelayanan tiada henti. Senantiasa berimprovisasi dan
berinovasi untuk perbaikan mutu (Quality). Mutu berdasarkan Penelitian
Peters dan Austin dalam bukunya A Passion
for Excellence: The Leadership Difference menyatakan bahwa penentu mutu dalam sebuah intitusi adalah kepemimpinan. Kepemimpinan yang baik berasal dari
adanya individu yang baik pula dan institusi yang baik karena terdiri dari
orang-orang yang baik. Orang-orang baik yang diharapkan adalah yang memiliki integritas
(keselarasan antara pikiran dan perbuatan), yang profesional (kompetensi dan
menghargai waktu), pribadi yang inovatif (mengkreasikan ke arah yang lebih
baik), kepribadian yang bertanggung jawab (konsekuen) dan mampu menjadi teladan
dimana dan bagi siapapun.
Individu yang berintegritas -sebagai lawan dari
individu yang hipocrisy (munafik)- sangat diperlukan dalam membangun
bangsa ini. Integritas bagaimana yang dapat dijadikan indikasinya? Phill
Pringle (dikutip Cholis Nafis) menyebutkan orang yang memiliki integritas dalam
kesehariannya terpantul dalam hal: 1) tidak mementingkan diri sendiri, tidak
egoisme dan semua karena aku; 2) dibangun di atas disiplin; 3) memiliki
kekuatan moral di tengah lingkungan yang serba menggoda; 4) sabar di saat
suasana tidak kondusif; 5) tahan uji; 6) konsisten (istiqamah) baik dikala
ramai maupun sendiri; 7) amanah (tepat janji); 8) memegang teguh komitmen; 9)
teguh pada nilai-nilai tertentu; 10) hidup dalam keyakinan; 11) ketegasannya
dalam hidup nampak dan jelas sebagai orang yang memiliki integritas; dan 12)
sikap ini lahir karena adanya kebiasaan.
Hubungannya dengan empat budaya kerja lainnya?
Orang yang memiliki kompetensi dan disiplin adalah orang yang yakin dengan
keilmuannya dan ia berjalan di atas keilmuannya dan itu adalah bagian
integritas. Orang yang cerdas untuk senantiasa mengkreasikan hal-hal baru dan
memashlahatkan yang lama namun selalu berpikir ke depan dan visioner adalah
bagian integritas. Mereka yang bertanggung jawab dengan tugas pokoknya adalah
bagian dari integritas dan mampu menjadi sung tulodo, menjadi teladan
dan role model adalah juga bagian integritas.
Membangun integritas sejatinya adalah keharusan
semua insan Indonesia khususnya ASN Kementerian Agama, namun adanya pola pikir
masyarakat kita yang memandang bahwa keteladanan harus dimulai dari atas dan top
leader, dalam konteks ini maka setiap decision maker harus
menampilkan integritas yang nyata, satunya kata dan perbuatan. Meskipun
demikian, sesungguhnya membangun integritas bukan hanya merupakan kewajiban
bagi setiap atasan dan pejabat tetapi hendaknya oleh setiap insan Kementerian
Agama, karena setiap kita hakikatnya adalah khalifah fil ardh. Kata khalifah
fil ardh dimaknai sebagai pengelola, pengatur dengan berbagai variannya
yang berdekatan dengan makna pemimpin. Jika demikian, siapa yang mesti memiliki
sikap ini, ya, semua insan Kementerian Agama.
Jika kita tidak membangun institusi ini dengan
integritas, lantas siapa lagi?**
Komentar
Posting Komentar