Lebih Baik “Belajar Antri” daripada “Belajar Matematika”
Sebuah buku
penulis temukan di TB Gramedia dan jika dilihat dari judulnya biasa-biasa saja,
“Kisah-kisah Inspiratif Akhlak Mulia”, penulisnya DR. M. Masri Muadz, M. Sc.
Mengingat hampir dua jam di Gramedia tidak ada buku yang berkenan akhirnya
pilihan jatuh pada buku di atas, mungkin saja ada sesuatu yang baru yang dapat
menambah wawasan dan pemahaman penulis. Setelah dibaca secara acak, akhirnya
penulis mulai agak lebih serius (bab lainnya juga serius) setelah membaca satu
bab dengan judul yang sebenarnya menurut hemat penulis juga tidak waw benar.
Sub bab berjudul “Jika Mereka Tidak Pandai Mengantri”. Apa yang menarik dari
tulisan itu?
Tulisan
tersebut mengisahkan adanya dialog tentang antri. Tulisannya demikian, “Seorang
guru di Australia pernah mengatakan bahwa ia tidak terlalu khawatir jika
anak-anak sekolah dasar tidak pandai matematika, kami jauh lebih khawatir jika
mereka tidak pandai mengantri”. Pembaca tentu berpikir sepintas, apa hubungan
antara tidak pandai matematika dengan tidak pandai mengantri, bukankah
matematika adalah salah satu pelajaran di sekolah-sekolah sementara mengantri
dapat dilakukan dimanapun dan itu umum sifatnya. Keheranan lainnya adalah bagi
siswa di Indonesia pelajaran matematika menempati posisi yang agak lebih “jreng
dan berwibawa” karena selain sulit dan anak yang menggeluti itu berarti otaknya
“agak jenius”.
Apa jawab
dari guru tersebut? Jawabannya adalah: “Kita hanya perlu melatih anak selama tiga
bulan saja secara intensif untuk bisa matematika sementara kita perlu melatih
anak hingga 12 tahun atau lebih untuk bisa mengantri dan mengambil pelajaran
berharga di balik proses mengantri.
Masih dari
tulisan dalam buku tersebut, pentingnya pelajaran mengantri bisa mengajarkan
seseorang tanpa memandang profesi, sementara hanya sebagian kecil dari siswa
dalam satu kelas yang kelak akan memilih profesi di bidang yang berhubungan
dengan matematika. Sedangkan untuk materi tentang etika, sopan santun adalah
materi yang berlanjut seumur hidup, kapanpun dan dimanapun.
Ketika
ditanyakan apa pelajaran berharga yang dapat dipetik dari mengantri?
Guru
menjawab, “Banyak sekali pelajaran berharga dari mengantri”. Apa diantaranya?
Pertama, dengan mengantri anak belajar mengatur waktu bahwa jika ingin berada
pada posisi paling depan maka datanglah lebih awal dan karenanya perlu
persiapan awal. Mengelola waktu dengan baik adalah tanda dari orang yang ingin
sukses, waktu 24 jam sama dengan lainnya tapi ketika anak kita terbiasa santai,
tidak gesit dan easy going maka ini akan berdampak pada aktivitas
lainnya dan akan mungkin ia didahului oleh orang-orang yang selalu ingin menjadi
terdepan dan bahkan terbaik.
Kedua, anak
belajar bersabar menunggu giliran untuk sampai pada posisi terdepan terutama
jika mereka ada diantrian belakang. Tidak semua apa yang menjadi keinginan anak
selalu diturutkan dan dipenuhi, anak dididik untuk sabar dan penuh petimbangan
bahwa untuk mendapatkan sesuatu harus melalui proses yang kadang cepat atau
kadang menjenuhkan, sekali lagi disinilah pentingnya memenej waktu agar apa
yang menjadi harapan dapat tercapai, tetapi dalam posisi dan kondisi apapun
sikap sabar harus menyertai aktivitasnya.
Ketiga, anak
belajar menghormati hak orang lain, yang datang lebih awal dapat giliran lebih
awal dan yang datang kemudian tidak menyerobot posisi di depannya. Dalam antri
diajarkan untuk menghargai siapa yang datang lebih awal dan menghormati yang siada
di depan. Mengambil posisi yang tidak semestinya adakah sikap tercela apalagi
di masyarakat yang memegang teguh budaya antri.
Keempat, anak
belajar kreatif untuk memikirkan kegiatan apa yang bisa dilakukan untuk
mengatasi kebosanan saat mengantri (ada yang mengotak-atik ponsel, membaca
koran, membaca buku dan sebagainya). Kebosanan adalah reaksi emosional terhadap
kondisi yang monoton. Dalam suasana semacam ini berbagai polah sering kita saksikan
saat mengantri dalam waktu yang cukup lama dan panjang.
Kelima, anak
belajar hukum kausalitas, hukum sebab akibat bahwa jika ingin berada pada
posisi depan maka harus datang lebih awal dan jika datang terlambat konsekuensinya
di antrian belakang.
Keenam, anak
belajar kerjasama dengan orang-orang yang ada didekatnya jika sementara
mengantri ia harus keluar antri sebentar untuk ke kamar kecil. Kerjasama ini diawali
dengan keterbukaan terhadap orang yang ada didekatnya, dengan kenalan, saling
menanya dan sebagainya.
Itulah
beberapa pelajaran berharga dari mengantri. Kelihatannya sepele, tetapi
ternyata mengantri banyak mengajarkan kepada kita tentang semangat hidup,
tentang bagaimana mengelola waktu dan aspek positif lainnya. Sekolah yang membudayakan
antri berarti telah mempraktekkan ajaran
ini dengan baik, bagaimana saat di masyarakat? Hukum sosial adalah jawabannya.
Semoga**
Komentar
Posting Komentar