Memaknai Musibah (Khutbah Jumat)
Oleh Sholihin
H. Z.*
Jamaah Jumat
Rahimakumullah
Musibah yang asal katanya dari bahasa Arab bisa bermakna kejadian
yang menyedihkan atau bencana, musibah juga bisa berarti sesuatu yang menimpa.
Beberapa istilah yang berkaitan dengan musibah adalah bala (بلاء), fitnah( فتنة ) , azab ( عذاب ) dan ‘iqab (عقاب)
Dalam indeks al-Quran, musibah berarti bahaya, bencana atau celaka.
Setidaknya 13 kali kata musibah disebutkan dalam al-Quran, diantaranya adalah dalam
QS. al-Baqqarah/2: 156 yang berbunyi:
الَّذِينَ
إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّـا إِلَيْهِ
رَاجِعونَ -١٥٦-
“(yaitu)
orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Innā lillāhi wa innā
ilaihi rāji‘ūn” (sesungguh-nya kami milik Allah dan kepada-Nya-lah kami
kembali).”
Jamaah
Jumat Rahimakumullah
Hal pertama yang harus kita ketahui adalah bahwa ada dua jenis
musibah dalam kaitannya dengan kehidupan kita yakni musibah dunia dan musibah
akhirat.
Musibah dunia dimaksudkan musibah yang menimpa di dunia serta dapat
menimpa semua umat manusia di bumi ini. Seperti musibah yang berupa bencana
alam baik yang di darat, laut, dan air atau yang menimpa raga manusia secara
khusus seperti beragam penyakit yang menimpa jasadnya. Penyebabnya apa? QS.
ar-Ruum/30: 41-42 menjawab:
ظَهَرَ
الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ
لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ -٤١- قُلْ سِيرُوا
فِي الْأَرْضِ فَانظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِن قَبْلُ كَانَ
أَكْثَرُهُم مُّشْرِكِينَ -٤٢-
“Telah tampak kerusakan di darat dan dilaut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Katakanlah (Muhammad), “Bepergianlah di bumi lalu lihatlah
bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah
orang-orang yang mempersekutukan (Allah).”
Berikutnya adalah musibah akhirat. Yang dimaksud
dengan musibah dalam bentuk ini yaitu musibah yang menimpa keimanan seseorang. Dan
inilah musibah yang paling besar. Contohnya, seseorang yang dulu rajin
beribadah kini bermalas-malasan atau orang yang dulu taat kini meninggalkan dan suka kemaksiatan. Inilah musibah yang
tidak ada keberuntungannya sama sekali.
Tapi harus kita fahami bahwa apakah musibah dunia lebih-lebih lagi
musibah akhirat, keduanya dapat mengantarkan seseorang sebagai makhluk yang
dicintai Allah atau sebaliknya menjadi makhluk yang dimurkai-Nya. Ridho dan
menerima ketentuan Allah disertai dengan sholat, sabar dan doa adalah senjata
utama kala kita mendapatkan musibah.
Selanjutnya bagaimana kita melihat musibah yang diturunkan Allah?
Tiga hal sikap kita dalam memandang musibah yakni musibah dilihat sebagai ujian
Allah, untuk siapa? Untuk hamba-Nya yang rajin ke masjid, untuk hamba-Nya yang
senang membaca al-Quran, untuk hamba-Nya yang menjaga shilaturrahmi, untuk hamba-Nya
yang menjaga diri dari maksiat. Bagi orang
ini, musibah adalah ujian untuk mengangkat derajatnya pada maqoomam mahmuudaa.
Musibah sebagai peringatan agar mereka mau kembali ke jalan yang
benar. Mereka yang dulunya rajin ke masjid sudah kelihatan jarang berjamaah,
mereka yang dulunya senang bertegur sapa sudah mulai menunjukkan keseombongan,
mereka yang dulunya hadir di majlis ilmu sudah mulai menjauh, mereka yang
dulunya taat sudah berbelok kepada dekat maksiat. Allah sayang kepada mereka,
karenanya Allah berikan musibah sebagai teguran agar kembali kepada jalan-Nya.
Yang ketiga, musibah sebagai tanda murka Allah SWT kepada
orang-orang pelaku dosa dan jauh dari keimanan dan takwa. Kita berlindung
kepada Allah dari pelaku dosa dan kemaksiatan.
Jamaah
Jumat Rahimakumullah
Bagaimana cara kita menyikapi musibah?
Apabila ditimpa musibah hendaklah kita mengucapkan (dengan
konsekuen dan mengamalkan maknanya):
إِنَّا لِلّهِ
وَإِنَّـا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ
“Sesungguhnya
kami adalah milik Allah dan kepada-Nya kami dikembalikan.”
Ucapan innaa lillaah (sesungguhnya kami ini milik Allah), mengandung pengertian bahwa
diri kita sendiri, keluarga, dan harta kita pada hakikatnya adalah milik Allah.
Sikap berikutnya adalah merenungkan bahwa apapun yang diberikan
Allah kepada hamba-Nya adalah sesuai dengan kemampuan hamba-Nya. Allah tidak
akan memberikan musibah yang kita tidak sanggup memikulnya. ( لاَ يُكَلِّفُ
اللّهُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا )
Sikap sebagai
seorang muslim saat ditimpa musibah adalah meyakini pasti ada hikmah dibalik
setiap musibah yang terjadi, ketidakmampuan dan kelemahan daya nalar kita
sehingga kadang kita tidak mampu menyelami makna dibalik musibah sehingga sikap
yang muncul adalah menyalahkan Allah, dan jika sikap ini yang muncul itu adalah
pertanda ada yang cacat dalam iman kita khususnya berkaitan dengan takdir Allah
SWT.*
رَبَّنَا
لاَ تُؤَاخِذْنَا إِن نَّسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ
عَلَيْنَا إِصْراً كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ
تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا
وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ --
“Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan.
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana
Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah
kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah Pelindung kami, maka
tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.”
جَعَلَنَا
اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ اْلاَمِنِيْنَ
وَاَدْخَلَناَ
وَاِيَّا كُمْ فِىْ عِبَادِهِ الصَّالِحِيْنَ
وَقُلْ رَّبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ
وَاَنْتَ اَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ
Komentar
Posting Komentar