Mencari Cinta Sang Pemilik Cinta
Sungguh bahagia rasanya
jika hidup kita menjadi orang yang dicintai. Jika kita mencintai seseorang bisa
jadi orang yang kita cintai tidak respon terhadap “rasa” kita, namun jika kita
menjadi obyek yang dicintai maka hukum cinta berlaku yang sebenarnya inipun
tetap berlaku pada orang yang sedang jatuh cinta atau ia menjadi obyek cinta.
Hukum cinta yakni rela berbuat apapun demi yang dicintai, sesuatu yang terkesan
irrasional justru menjadi kenyataan, menjadikan obyek yang dicintai sedikit
banyak sebagai “kiblat” pola hidupnya apakah dari segi mode-fashion,
cara berbicara, apa yang menjadi kebiasaan dan sebagainya. Disinilah amazing-nya
cinta.
Apakah cinta mesti
berdekatan dan selalu berdampingan? Cinta adalah rasa, seorang yang sedang
mencintai orang lain maka ia akan melakukan apapun yang diinginkan oleh orang
yang menjadi pujaan hati dan belahan jiwanya. Rasa ingin tahu tentangnya, rasa
ingin selalu “bermesraan” dengannya, rasa ingin memberikan yang terbaik
untuknya. Jika ini dilakukan terus menerus –istilah gaul- PDKT nya
perlahan namun pasti akan memberikan efek dan dampak tersendiri. Pepatah Arab mengatakan, “Cinta bukan berarti kita selalu berada di sisi
orang yang kita cintai, tapi cinta itu adalah tatkala kita berada dalam hati
orang yang kita cintai”.
Bagaimana
kalau rasa itu kita alihkan dan fokuskan kepada Sang Pemberi Cinta, Sumber
Kebahagiaan, Allah SWT. Dalam berbagai ayat al-Quran mudah ditemukan pernyataan
Allah SWT tentang cinta. Begitu luasnya cinta-Nya sehingga sepertinya tidak ada
celah yang menunjukkan bahwa siksaan-Nya adalah keras, kemurkaan-Nya pada
makhluk yang berani menserikatkan-Nya adalah murkanya yang paling besar, kalaupun
ditemukan pada beberapa teks ayat maka itu menunjukkan sudah begitu
melampauibatasnya sikap dan tingkah polah manusia. Ia mencintai orang yang
berbuat baik (muhsinin), Ia mencintai orang yang bertaubat dan yang
menyucikan diri (tawwabiin), Ia mencintai orang-orang yang bertawakkal (mutawakkilin),
Ia mencintai keindahan (yuhibbul jamal), Ia mencintai orang yang berlaku
adil (muqsithin), dan bahkan Ia menyukai keteraturan karena kedisiplinan
yang diibaratkan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. Sangat banyak ayat
yang menyatakan tentang sifat kelembutan, kasih sayang dan kecintaannya pada
makhluk-Nya.
Dari
uraian singkat di atas, sebenarnya tidaklah sempit cakupannya untuk menjadi
orang yang dicintai-Nya, peluang untuk menjadi orang dicintai-Nya sangatlah
terbuka lebar. Hanya kadang terlalu tebalnya lapis duniawi yang menyebabkan
kita enggan mendekati-Nya. Ia selalu terbuka, siap untuk dikunjungi dan
“berduaan” dengan-Nya.
Kisah
berikut ini menjadi simbol inspiratif tentang seorang yang merasa perlu atau
tidak pada Pencipta-Nya. Dikisahkan seorang tukang cukur rambut yang sudah
belasan tahun menjalankan profesinya, satu hari didatangi seorang pelanggannya,
tidak berapa lama lewat seorang yang dari penampilannya lusuh dan tidak
teratur, rambut panjang acak-acakan, kumis dan jenggotnya panjang tidak teratur
bahkan terkesan jorok. Oleh pelanggannya ditanya, “Wahai tuan, tidakkah tuan
kasihan kepada orang yang lewat tadi itu, penampilannya sangat semrawut,
alangkah baiknya jika tuan mendatanginya untuk membersihkan penampilannya?”
Oleh tukang cukur dijawab, “Saudaraku, aku sudah belasan tahun kerja sebagai
tukang cukur, dan papan namaku juga sudah kupasang dengan jelas, aku hanya
menawarkan dan menginformasikan bahwa disini ada tukang cukur, persoalan mereka
datang atau tidak bukanlah urusanku, jika mereka perlu mereka yang berhasrat
tentu mendatangiku, dan kalau mereka mendatangiku maka aku akan dengan senang
hati membantu dan melayaninya.”
Kisah
ini menyampaikan pesan kepada kita bahwa bukanlah Ia yang menjauh tapi
sesungguhnya kitalah yang meninggalkan-Nya, bukanlah Ia yang tidak peduli
tetapi sesungguhnya kitalah yang membuat kita tidak dipedulikan-Nya, dan
bukanlah Ia yang tidak ingin kita bersih tapi sesungguhnya kitalah yang senang
dan betah dengan kekotoran kita. Jika sudah demikian keadaannya, tidak mungkin
cinta-Nya akan mendekati kita dan tidak mungkin kita juga akan menemui
cinta-Nya. Dekati Ia, cintailah Ia dan
“bermesraan” lah dengan-Nya, maka Ia akan menjadi kekasih, pelindung dan
penjaga yang paling peduli pada orang yang telah masuk dalam rumah cinta-Nya
dan ketika itu mampu kita hayati maka kita telah menemui Sang Pemilik Cinta,
Allah ar-Rahman ar-Rahim.*
Komentar
Posting Komentar