Isteriku, Terimakasih Seribu %
Setiap pasangan suami
isteri pasti mendambakan terbentuknya keluarga yang sakinah, mawaddah wa rohmah. Sakinah
diartikan sebagai ketenangan dan ketentraman. Mawaddah sebagai cinta
yang cenderung ke makna zahir sementara rahmah bermakna kasih sayang
yang lebih kepada psikis dan batiniah sifatnya.
Penulis ingin mengawali
dengan pemahaman bahwa terbentuknya keluarga yang sakinah, mawaddah warahmah
adalah keluarga yang ideal dan menjadi cita-cita semua pasangan dan keluarga.
Keluarga ideal yang isteri memahami tugas dan fungsinya, suami faham dan
mengerti dengan tugas dan tanggung jawabnya, anak dijarkan kebaikan, tetapi
untuk mewujudkan keluarga yang demikain bukanlah jalan yang bertabur bunga dan
diringi aroma harum semerbak. Ibarat bahtera, rumah tangga akan melalui jalan
dan berlayar di lautan yang kadang menemui ombak yang tinggi, kadang di air
yang tenang, kadang dihadang bajak laut, angin topan dan sebagainya. Sepanjang
masih adanya komitmen dan kesefahaman untuk mewujudkan keluarga ideal dan
idaman maka lambat laun akan terwujud.
Seorang suami yang
memahami isterinya -bagi isteri yang menjalankan hak dan kewajibannya sebagai
seorang isteri- akan mengangkat derajat
sang isteri pada tempat yang semestinya. Umar bin Khaththab yang dikenal
sebagai seorang yang tegas, pemberani dan ahli strategi perang suatu hari
mendapat kunjungan dari salah seorang sahabatnya, sahabat tersebut melihat
sikap Umar yang terkesan agak berbeda dengan kesehariannya saat bersama
isterinya. Keesokan harinya, sahabat tadi bertanya kepada Umar, “Wahai Umar,
mengapa sikapmu seperti orang yang lembut dan lunak pada isterinya sementara
kulihat sehari-hari engkau adalah orang yang berani dan keras, “ Oleh Umar
dijawab, “Ketahuilah wahai Saudaraku, aku bukan takut dengan isteriku, justru
aku begitu menghormati dan menghargainya, penghargaanku ini karena ada beberapa
aktivitas yang tidak bisa kulakukan dan kita kerjakan, isteriku mengandung anak
keturunanku dalam waktu yang lama, sudah susah bertambah susah yang hal itu tidak
mungkin ditinggalkannya tapi ketika anakku lahir, kepada siapa ia bernasab?
Berikutnya adalah isteriku telah menyelamatkanku dari zina, betapa perempuan
yang kulewati dengan kondisi yang menggoda namun kepada isteriku aku
terselamatkan.” Demikian jawaban Umar yang kiranya jawaban itu membuat kita
merenung kembali sejauh mana penghormatan dan penghargaan kita pada isteri
masing-masing. Ketika kita belum bangun
tidur di subuh hari, ia telah mendahului kita dengan sejumlah aktivitas harian
di pagi hari, disiapkannya hidangan sarapan, dibereskannya anggota keluarga dan
terakhir baru ia membenahi keadaan dirinya.
Sebagai pasangan yang
bercita-cita mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah warahmah, sudahkah
kita menempatkan ia pada tempat yang semestinya sebagaimana layaknya kita
berdiri, berikan kesempatan padanya untuk menunjukkan keberadaannya dan ini
penting bahwa ia adalah pasangan hidup kita dalam arti yang sebenarnya.
Membantu pekerjaannya saat dirumah adalah sebuah kemuliaan sehingga sedikit
banyak kita tahu bagaimana caranya membagi tugas. Hanya dengan dua tangan ia
kadang bekerja multi job, sesaat ia memasak, saat itu juga ia menyuci,
saat itu juga ia menyuapkan sang anak yang masih bayi. Luar biasa. Belum lagi
jika ia beraktivitas harian di luar rumah, umumnya dari jam 07.00 hingga pukul
14.00, begitu datang ke rumah disambut dengan aktivitas rumah yang hanya ia yang
sabar dan tekun menjalani aktivitas harian itu. Ketika anggota keluarga lain
sudah kembali di rumah, mereka tinggal
menikmati hasil jerih payah sang ibu rumah tangga. Tapi jarang didengar keluhan
mereka, jarang didengar ungkapan kekesalan mereka. Ketika dalam kondisi yang
demikian masih kita temukan kekerasan dalam rumah tangga, sungguh satu sikap
yang tidak dewasa dan tidak mempertimbangkan pola kerja mereka. Jika mereka
ikhlas dan sebagai bentuk ketaatan pada suami mereka, sungguh ia adalah
perhiasan yang paling baik yang ada di bumi ini.
Sampaikan kepada isteri
kita masing-masing, “Begitu tinggi pengabdianmu untuk keluarga dan membangun keluarga
yang sakinah, mawaddah warahmah, bagiku berapa nilaimu tidak mampu
kuhitung dengan nilai yang ada, karenanya “Terimakasih isteriku, 1000%.”*
Komentar
Posting Komentar