Kamis, 5 Januari 2017, 07:28

Menjadikan Semuanya Amal Saleh

Menjadikan Semuanya Amal Saleh


Secara umum, manusia dianugerahi empat daya pokok yaitu daya fisik, daya pikir, daya kalbu dan daya hidup. Daya fisik menghasilkan kegiatan fisik dan sejumlah keterampilan. Daya pikir berdampak munculnya berbagai ilmu pengetahuan dan konsep-konsep. Sementara daya kalbu lebih pada olah rasa yang memunculkan rasa keindahan, terasahnya rasa dan sikap menjiwai dan terakhir daya hidup. Daya hidup ini menghasilkan bentuk pertahanan untuk mempertahankan hidup dan berjuang untuk meraih yang paling baik.
Adanya daya, salah satunya saja, akan dapat mendorong adanya amal atau perbuatan. Jika yang diwujudkan adalah ketidakbaikan maka jadilah amal jahat demikian juga sebaliknya tergolonglah amal baik atau amal saleh.
Amal saleh bermakna perbuatan yang mengandung kebaikan. Sehingga kadang istilah ini disebut juga dengan amal kebaikan atau perbuatan baik. Semua keyakinan, apapun itu, mengajarkan kebaikan, ajaran kasih sayang, tuntunan menghormati yang tua dan menghargai yang muda dan perbuatan baik lainnya. Sebenarnya tidak sulit untuk mengukur sebuah kebaikan itu, sederhananya adalah jika apa yang dilakukan mendatangkan ketenangan dan kebaikan tidak hanya untuk dirinya, lebih-lebih untuk orang lain dan lingkungan sekitarnya. Lingkungan tidak hanya dibatasi pada manusia, apapun hakikatnya adalah makhluk sebagai ciptaan Sang Pencipta.
Muhammad Quraisy Syihab dalam bukunya Secercah Cahaya Ilahi (2013: 379) mengartikan saleh sebagai bermanfaat atau sesuai. Jadi amal saleh adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan secara sadar dan yang mendatangkan manfaat atau menolak mudharat. Hal ini dirinci lagi oleh Komaruddin Hidayat bahwa satu perbuatan merupakan amal saleh selama saleh niatnya, saleh tujuannya dan saleh proses mencapainya. Saleh artinya benar dari sisi niatnya, benar metodenya dan benar tujuannya yang pada urutannya mendatangkan manfaat dan keberkahan.
Kecenderungan dalam masyarakat kita mengartikan amal saleh adalah segala aktivitas yang berorientasi akhirat dan secara zahir mengarah ke sana. Padahal jika kita mengacu kepada definisi di atas, bahwa apapun yang dilakukan manakala bertabur manfaat dan sesuai dengan prosedurnya maka ia bermakna saleh, meskipun kelihatannya aktivitasnya bernuansa duniawi. Contoh sederhana, seorang isteri yang menyiapkan hidangan yang baik untuk suaminya, bergizi, sehat dan dengan cara yang baik pula kemudian dinikmati oleh suami dengan cara yang semestinya, meskipun kelihatannya apa yang dilakukan oleh isteri adalah aktivitas sepele dan duniawi sekali tetapi jika diniatkan supaya dengannya suami dapat beraktivitas dengan lancar maka aktivitas semacam itu bernilai ibadah dan punya orientasi akhirat tentunya. Dari konsep inilah muncul istilah saleh sosial dan saleh ritual. Bahwa ibadah ritual harus memiliki dampak sosial. Bukankah ibadah yang dilakukan adalah sebagai upaya mewujudkan nilai-nilai Ketuhanan dalam realitas sehari-hari. Ringkasnya aktivitas yang dilakukan secara khusus (ritual) sekaligus harus memiliki makna sosial sebagai makna pengabdian.
Orang yang hanya memperbanyak ibadah ritual tanpa membangun kesalehan sosial dengan kehidupan di sekitarnya, bisa terjebak pada orang yang anti sosial. Bukankah ibadah ritual adalah sebagai pijakan untuk membangun kesalehan sosial. Ajakan cinta kasih, hormati orang tua, cintai anak-anak, menjalin hubungan persaudaraan dan sebagainya adalah diantara spirit yang harus dibangun atas dasar memaknai ibadah ritual.
Dalam ajaran agama kita kenal diantaranya mengajarkan bahwa manusia yang baik adalah yang bermanfaat bagi orang lain, atau orang yang baik adalah yang tetangganya aman dari gangguan lisan dan tangannya. Lisan adalah lambang dari keluarnya berbagai ucapan, bisa ucapan yang menyenangkan hati ataukah sebaliknya sementara tangan adalah simbol dari adanya gerakan atau tindakan yang dapat mengganggu ketenangan orang lain.
Pada akhirnya, jika setiap manusia yang ada adalah manusia yang memiliki komitmen dan faham dengan keyakinannya serta mendasari setiap gerak langkahnya sebagai bentuk pengejawantahan nilai-nilai universal maka yang muncul adalah keseimbangan hidup, tumbuhnya rasa keadilan dan kenyamanan hidup yang dilingkupi oleh nilai-nilai universal.**
Berita Lainnya
Selasa, 3 Januari 2017, 10:47

Tahu Sedikit tentang Banyak Hal atau Tahu Banyak tentang Sedikit Hal?

Kamis, 29 Desember 2016, 10:24

Ulul Albab = Intelektual Plus

Rabu, 28 Desember 2016, 13:12

NIKAH DINI, SALAHKAH ?

Kamis, 22 Desember 2016, 15:31

ASN atau PNS DI MANAKAH SAYA? Ersan Sanusi, S.Pd, M.Pd

Selasa, 20 Desember 2016, 07:17

hatilah Dengan Pikiranmu Karena Ia Akan Menjadi Ucapanmu

Komentar

Postingan Populer