Life is Short, Mas Bro
Pasti pernah terlintas di pikiran kita, bayangan
masa kecil yang begitu indah, dimanja, diturutkan dan menjadi rebutan setiap
orang yang melihatnya. Masa itu sudah berlalu bisa 30, 40 atau 50 tahun yang
lalu. Tinggal kenangan, dulu kita masih anak-anak tapi kita kemana-mana sudah
membawa anak, dulu kita yang dimanjakan sekarang kita yang memanjakan anak.
Dulu kita bergaul akrab bahkan keseharian kita bersama mereka, kemana mereka
orang-orang yang kita cintai? Kemana orang-orang yang menjadi panutan kita
bahkan kemana orang-orang yang senang membuat onar dan kerusakan? Mereka sudah
mendahului kita, mereka telah meninggal dunia.
Tiga perjalanan umum manusia yaitu lahir,
aktivitas dan kemudian meninggal. Itulah rute perjalanan manusia. Lahir dengan
sambutan kebahagiaan semua orang yang ada disekitarnya, lahir dengan
harap-harap cemas namun setia menunggu. Kemudian tumbuh kembang dan
beraktivitas untuk menunjukkan keeksistensiannya. Berbagai cara dan gaya
dilakukan, ada dengan cara menghalalkan segala cara, ada yang dengan
pilah-pilih dan ada yang cenderung mengasingkan diri, 1001 cara dan tingkah
pola manusia dalam melakukan aktivitasnya. Ada yang realistis, ya, inilah hidup
dan karenanya jalani apa yang menjadi kewajibannya. Mengapa harus ngotot
untuk sesuatu yang belum pasti, justru sesuatu yang pasti kadang lepas dari
ingatan kita, ya, kematian, misteri tapi pasti. Pepatah mengatakan jangan
mengharapkan air turun dari langit, air di tempayan ditumpahkan. Namun ada juga yang hidup dengan pola pikir “gaya”.
Hidup apa adanya adalah realistis tetapi manusia dengan pola hidup yang penting
“gaya” cenderung mengingkari dan melintasi kondisi hidupnya. Memenuhi gaya hidup
sesungguhnya adalah memenuhi nafsunya sendiri yang tidak pernah puas, karena nafsu tidak
akan pernah tergantikan sebelum apa yang menjadi hajatnya belum terkabul. Beda
dengan godaan syetan yang hajat kejahatannya dapat terpenuhi meskipun dengan
cara dan hajat kejahatannya dapat terpenuhi meskipun dengan cara dan style
yang berbeda. Jika nafsu, tidak boleh tidak, mesti wujud dan benda itu sendiri
tanpa ada pengalihan.
Disaat semua kita memenuhi kebutuhan hidup, tanpa
terasa waktu terus bergulir, kumpulan jam menjadi sehari semalam, kumpulan hari
menjadi minggu, dari minggu menjadi bulan, rekapitulasi bulan menjadi tahun dan
“Selamat Ulang Tahun, Panjang Umurnya”. Benarkah panjang umurnya? Manusia yang
cerdas adalah yang memahami hakikat hidup. Bertambah umur hakikatnya adalah
berkurangnya jatah umur kita di dunia. Jika ditentukan jatah hidup kita umur 60
tahun, saat ini sudah memasuki usia 50, berarti tinggal 10 tahun, tahun depan
tinggal sembilan tahun, tahun depannya lagi tinggal delapan tahun dan
seterusnya. Tapi kurang etis juga jika dalam pesta ulang tahun kita ucapkan,
“Pendek umurnya-pendek umurnya”. Kata Ali r.a. setiap hembusan nafas dan
langkah kaki kita hakikatnya adalah hembusan nafas dan langkah kaki menuju
kematian. Tidak bisa ditebak tapi pasti. Hidup berujung kematian. Ternyata,
hidup itu singkat, Mas Bro.
Ungkapan bijak mengajarkan kepada kita, jika gajah
mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati
meninggalkan nama. Ungkapan di atas dapat bermakna bahwa setiap sesuatu yang meninggal atau tiada
pasti akan meninggalkan kesan terlepas kesan baik atau buruk; dan bila kesan
yang ditinggalkan baik maka akan harumlah namanya namun jika sebaliknya tentu
tidak enak kedengarannya.
Inginkah kita disebut pada akhirnya sebagai orang
yang baik, sebagai manusia yang membawa manfaat bagi sesamanya dan dikenang
kebaikannya. Kedatangannya menggenapkan dan kepergiannya mengganjilkan. Atau
justru sebaliknya tanpa disadari kesan yang kita tinggalkan adalah kesan yang
tidak baik untuk diteladani, lebih baik tiada daripada ada, kepergian dan
kedatangannya dianggap sama saja. Kondisi semacam ini jutsru memperihatinkan.
Tetapi lagi-lagi, bahwa jejak-jejak kehidupan adalah sepenuhnya langkah kaki
kita sendiri. Telah diberikan lampu merah, lampu hijau dan lampu kuning. Jika
tidak faham dengan warna lampu maka bertanyalah kepada yang faham maknanya.
Jika tidak maka yang terjadi adalah madu
disangka racun dan racun dikira madu. Salah mengartikan simbol-simbol
alam ini membawa dampak hingga pasca kematian itu sendiri.
Hidup ini singkat, Saudaraku. Apa yang menjadi
obsesi kita jangan sampai membuat gerak langkah kita kabur dan tidak lurus.
Hidup ini singkat, karenanya harum dan wariskanlah anak cucu kita untuk
dikenang sebagai orang yang bermanfaat dan berguna. Life is Short, Mas
Bro.**
Komentar
Posting Komentar