Mulai dari Keluarga
Oleh Sholihin H. Z., S. Ag., M.
Pd. I
--------------------------------------------------------------------------------------------------
Kepala MTs ASWAJA Pontianak, Alumni Pascasarjana IAIN Pontianak
--------------------------------------------------------
Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Secara lebih khusus,
regulasi tentang pentingnya pendidikan anak-anak –sebagai judul tulisan ini-
dapat ditemukan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002
tentang Perlindungan Anak pada bagian ketiga pasal 49 yang berbunyi “Negara,
pemerintah, keluarga dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan”.
Yang menjadi penekanan dari pengertian pendidikan di atas adalah bahwa fungsi pendidikan salah satunya adalah mengembangkan potensi diri agar peserta
didik memiliki bekal hidup sebagai kompetensi dirinya. Secara umum, wadah yang memberikan warna dalam rangka pendidikan kepada
anak adalah yang dikenal dengan tri pusat lingkungan pendidikan yaitu
lingkungan pendidikan di keluarga (rumah tangga), lingkungan pendidikan di
sekolah dan lingkungan pendidikan di masyarakat (Moh. Haitami Salim dan Syamsul
Kurniawan, 2012:261).
Keluarga menjadi salah satu pusat pendidikan yang penting, hal ini dapat
difahami karena dalam proses pendidikannya, sebelum anak memperoleh pendidikan
formal di sekolah dan bergaul dengan masyarakat dalam arti
yang sesungguhnya, maka lingkungan pertama yang mereka temukan bahkan
dialami dalam kesehariannya adalah lingkungan keluarga. Dari lingkungan
keluarga inilah mereka
akan belajar baik
tentang hal-hal yang bersifat
fisik (merangkak, berjalan, berlari dan
sebagainya) juga secara mental (simpati, takut, benci dan sebagainya). Moh.
Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan (2012:264) menambahkan fungsi keluarga
sebagai tempat anak mengalami pembentukan watak (kepribadian) dan mendapatkan
pengarahan moral.
Ada alasan-alasan yang menunjukkan pentingnya pendidikan di dalam
lingkungan keluarga, diantaranya:
1.
Dasar kelakuan dan kebiasaan anak tertanam sejak di dalam keluarga.
Sebelum anak
memasuki lembaga pendidikan formal di sekolah, anak dalam kesehariannya sudah
berinteraksi dengan anggota keluarganya. Secara tidak langsung interaksi yang
terjadi merupakan proses pendidikan terhadap anak. Karenanya ketika anak
memasuki sekolah, nilai-nilai yang dibawanya dalah sepenuhnya nilai-nilai yang
ditanamkan sejak dalam keluarga.
2.
Anak menyerap adat-istiadat dan perilaku kedua orang tuanya dengan cara
meniru atau mengikuti disertai rasa
puas.
Pada saat anak
belum memasuki usia sekolah, orang tua merupakan sosok yang utama dan paling
dekat dengan anak, kedekatan ini memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
pola pikir anak, sikap dan perilaku orang tua memberikan pengaruh yang besar
dalam tumbuh-kembang anak.
3.
Pendidikan keluarga berjalan natural, alami dan tidak direkayasa
Meskipun
keluarga merupakan salah satu lingkungan pendidikan, namun ia berbeda dengan
sekolah, proses pendidikan yang terjadi di dalamnya berjalan alami (natural),
apa adanya dan tidak direkayasa. Aktifitas mulai dari bangun tidur sampai tidur
lagi adalah gambaran begitu utuhnya proses pendidikan terhadap anak.
4.
Pendidikan keluarga dapat berlangsung dengan penuh cinta kasih dan atas dasar keikhlasan dan sukarela.
Inilah yang
membedakan dengan lingkungan pendidikan lainnya. Meskipun sekolah juga
mengajarkan saling menyayangi, persahabatan dan
ikhlas, namun kedekatan yang terjadi antara guru dan siswa tidaklah
sekuat hubungan emosional antara orang tua dan anak. Ikatan batin ini yang
tidak dimiliki oleh sekolah secara khusus.
5.
Keluarga adalah unit pertama dalam masyarakat, dimana hubungan yang ada
di dalamnya sebagian besarnya lebih bersifat hubungan langsung. Jumlah anggota
keluarga yang terbatas, dengan frekuensi
pertemuan yang tidak terbatas maka komunikasi yang terjadi dapat secara
langsung dan tidak hirarkis. (Fahrudin, 2011)
Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa keluarga adalah lingkungan
pertama dan utama yang mampu memberikan warna dan penanaman nilai-nilai serta
wadah pembentukan karakter terhadap
anggota keluarga dalam hal ini adalah anak.
Berbicara tentang keluarga secara umum dapat dimaknai dalam dua bentuk
yaitu keluarga kecil atau keluarga inti dan keluarga besar. Keluarga inti
terdiri dari ayah, ibu dan anak-anaknya. Abdurrahmansyah (2005) menambahkan bahwa keluarga inti adalah keluarga yang memiliki anak namun anak-anak
tersebut berada di bawah umur dan ia diakui oleh masyarakat. Sementara keluarga besar selain terdiri dari
anggota keluarga inti ditambah lagi dengan anggota keluarga lain seperti kakek-nenek,
anak-cucu dan ikut sertanya orang dewasa lainnya dalam satu rumah. Moh. Haitami Salim
(2013:77) menyebutkan istilah keluarga
besar semacam ini dengan keluarga "diperluas" (extended family)
atau keluarga gabungan (joint family).
Keluarga menempati posisi yang penting dalam menginternalisasikan
nilai-nilai agama Islam kepada anak-anak sebagai anggota keluarganya. Suwaryo
Wangsanegara (2005:209) menyebutkan beberapa fungsi keluarga yaitu:
1.
Sebagai
pembentukan kepribadian.
Pada aspek ini, orang tua dalam keluarga mempunyai posisi
kuat dalam meletakkan kepribadian yang kuat kepada anak-anak.
2.
Sebagai alat
reproduksi kepribadian yang berakar pada etika, estetika, moral
keagamaan dan kebudayaan.
3.
Sebagai perantara
dalam proses pemindahan kebudayaan.
4.
Sebagai
lembaga perkumpulan perekonomian.
Dalam konteks
ini secara tradisional gerakan ekonomi sering mempertimbangkan unsur
kekeluargaan dalam pelaksanaannya dan
5.
Sebagai pusat
pengasuhan dan pendidikan.
Oleh karenanya, orang tua merupakan komponen penting pembentukan karakter
anak dan proses ini sangat berpengaruh di masa yang akan datang. Peran keluarga
dalam hal ini orang tua secara implisit
dapat ditemukan dalam Q.S. At-Tahrim/66:6 yang secara jelas menyebutkan untuk menjaga
diri dan keluarga dari api neraka dan ini dapat dimaknai perlunya usaha-usaha
untuk menyelamatkannya dan oleh karenanya penanaman nilai-nilai spritual menjadi sesuatu yang penting.
Mari selamatkan
anak-anak Indonesia, mulai saat ini dan dari rumah tangga kita masing-masing.*
___Dimuat di Harian Pontianak Post Maret 2016___
Komentar
Posting Komentar