KEUTAMAAN SALAM

(Dimuat di Majalah Harmoni Kanwil Kementerian Agama Prov. Kalimantan Barat, 2016)




As-Salam berasal dari bahasa Arab salima. Kata ini juga satu akar kata dengan kata Islam    dan orang yang memeluk agama Islam disebut muslim. Kata ini sudah diadopsi  ke dalam bahasa Indonesia yaitu menjadi kata selamat.
Kata ini adalah sifat Allah yang hanya sekali disebut dalam  al-Quran yaitu dalam QS. al-Hasyr/59: 23. Kata ini terambil dari akar kata salima yang maknanya berkisar pada keselamatan dan keterhindaran dari segala yang tercela (M. Quraish Shihab, 2003: 42).  Tapi kata ini juga terulang dalam al-Quran sebanyak 42 kali dalam berbagai konteks (M. Quraish Shihab, 2013: 416)
Ucapan salam adalah penghormatan yang diajarkan oleh Allah SWT kepada manusia. Ada beberapa alasan kenapa Allah SWT memilih ucapan ini sebagai yang harus diucapkan manusia kepada sesamanya.
1.        Salam adalah ucapan atau sapaan Allah SWT kepada para nabi dan rasul-Nya. (QS. ash-Shafat/37: 79)
2.        Di akhirat nanti, para calon penghuni surga dipersilahkan masuk oleh Allah SWT dan disambut oleh para malaikat dengan ucapan salam. (Q.S. an-Nahl/16: 32)
3.        Ucapan salam bukan hanya ucapan penduduk selama hidup di dunia, namun di alam akhiratpun, ucapan salam adalah sapaan sesama ahli surga. (QS. Yunus/10: 10)
4.        Karena orang yang mengucapkan salam kepada orang lain, adalah salah satu dari pada ciri hamba Allah. (Q.S al-Furqan/25: 63).
Salam mempunyai dua makna. 1) Salam sebagai doa dan rasa penghormatan dengan mengucapkan Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. 2) Salam bermakna damai dan keselamatan.
Pertama, salam sebagai sebuah penghormatan sebagaimana diajarkan Islam. (QS. an-Nisa/4: 86)
Selanjutnya salam sebagai ucapan mendoakan:
  الَسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
“Keselamatan atasmu, rahmat Allah dan berkah-Nya”
Jika dilihat dari teks di atas, maka salam merupakan sebuah doa, doa untuk keselamatan orang lain. Mendoakan untuk keselamatan orang lain adalah sebuah kebaikan dan diharapkan oleh semua orang. Menurut Nasaruddin Umar (2008: 246), kata salam pada intinya berarti damai, selamat dan tentram  yang penekanannya lebih bersifat batiniyah. Sebab yang merasakan kedamaian dan ketentraman adalah batin.
Berkaitan dengan hal di atas, suatu hari Rasulullah SAW  bertandang ke rumah salah seorang sahabatnya, tepat di depan pintu rumahnya, Nabi SAW mengetuk pintu dan mengucapkan salam, salam pertama diucapkan namun tidak terdengar jawaban, salam kedua diucapkan namun juga tidak terdengar  balasan, hingga salam ketiga Nabi mengucapkan salam juga tidak ada yang menjawab. Nabipun segera pulang ke rumahnya dan beberapa langkah dari pintu rumah sahabat tersebut, ternyata keluar yang empunya rumah sambil dengan agak nyaring mengharapkan Nabi kembali menemuinya. Nabipun menghampiri sahabat tersebut dan berujar, “Wahai sahabatku, sampai tiga kali aku mengucapkan salam padamu tapi tidak satupun salamku yang engkau jawab, apa gerangan wahai sahabatku”, Sahabat itupun menjawab, “maafkan aku ya Rasul, sebenarnya aku tadi mendengar ucapan salammu, namun ku jawab dengan sangat pelan hingga engkau tidak mendengarnya”, Nabipun balik bertanya, “Apa maksudmu wahai sahabatku?” Sahabat itupun menjelaskan, “Ya Rasul, sengaja aku jawab dengan pelan, supaya anda sering mengucapkan salam kepadaku, bukan anda pernah mengatakan ucapan salam dari seorang muslim kepada muslim lainnya adalah doa, dan aku berharap supaya engkau sering mendoakanku dengan salammu itu”. Kesimpulannya adalah sering-seringlah minta doa kepada orang lain, karena  tidak tahu dari mulut siapa doa itu diijabah Allah SWT.
Kedua, salam sebagai misi keselamatan yang harus disebarkan oleh tiap muslim. Dimanapun berada, dengan siapapun, misi ini harus menjadi mindset semua orang. Misi kedamaian yang diemban berbanding lurus dengan azas manfaat bagi lingkungannya.
Muhammad Ainun Najib atau yang dikenal dengan Cak  Nun  (Emha)  membagi jenis manusia kepada tiga jenis yaitu manusia wajib, manusia sunnah dan manusia haram (Prayogi R. Saputra, 2012:120).  Manusia wajib adalah manusia yang keberadaannya harus ada di tengah-tengah masyarakat. Keberadaannya sungguh berarti, kepergiannya mengganjilkan dan kedatangannya menggenapkan. Ia mampu memberikan motivasi bahkan inspirasi bagi lingkungannya. Tipe semacam ini dapat kita temukan di masyarakat. Dan ia memiliki nilai plus dan pengaruh bagi sekelilingnya. 
Karakter manusia wajib ini menjadikan sosoknya sebagai yang ditunggu-tunggu, sebagai inspirator, decision maker dan sebagainya. Di masyarakat kita, pasti kita temui orang-orang dengan karakter semacam ini.
Sementara itu ada juga manusia dengan klasifikasi manusia sunnah. Tipe manusia ini adalah manusia yang lebih baik ada di masyarakat namun jika tidak ada juga tidak apa-apa. Dalam konteks ini, keberadaannya akan menambah ghirah dan semangat untuk terus beraktifitas, namun jika tidak ada, sekelilingnya masih mampu untuk berbuat dan beraktifitas. Selanjutnya yang ketiga adalah –kita berlindung kepada Allah SWT- kategori manusia haram. Manusia haram adalah manusia yang berkarakter negatif, keberadaannya di tengah-tengah masyarakat justru akan membuat masalah. Ia adalah bagian dari masalah, bukan bagian dari solusi (problem solver). Keberadaannya? Justru lebih baik jika ia tidak ada.  Dan tipe inipun ada di tengah-tengah masyarakat kita.

Mudah-mudahan kita menjadi insan yang membawa keselamatan dan kedamaian bagi lingkungan, kedamaian ditangan kita, kedamaian pada lisan kita dan pada seluruh anggota tubuh kita.**

Komentar

Postingan Populer