Menjaga Kualitas Spiritual
Oleh Sholihin HZ
(Guru MAN 2 Pontianak, Penulis Buku “Ku Ingin Surga Memanggilku”)
Dalam Qs. Al Baqarah/ 2: 195 disebutkan: “…dan berbuat baiklah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” Ayat ini secara tegas menyebutkan bahwa pelaku kebaikan menjadi makhluk yang disukai Allah SWT. Cakupan kebaikan sangat luas. Karena luasnya sehingga sebenarnya kita pasti pernah melakukan kebaikan. Term kebaikan banyak ditemukan dalam al Quran meskipun memiliki makna yang berbeda sesuai dengan maksud sebenarnya, kebaikan atau baik bisa disebut dengan al birr, khair, soleh, ma’ruf dan lainnya.
Orang yang melakukan kebaikan, selain dinyatakan sebagai orang-orang yang dekat dengan al Khaliq, juga disebutkan sebagai orang yang kelak akan membersamai Rasulullah SAW saat memasuki pintu surga. Saat Rasulullah SAW akan memasuki pintu surga, tiba-tiba ada seorang wanita yang tepat di belakang beliau, Rasulullah SAW lantas bertanya, “siapa engkau wahai ibu?” Ibu tersebut menjawab, “waktu di dunia aku adalah pengasuh anak yatim dan menyantuni mereka”. Demikian juga orang-orang yang melakukan kebaikan apapun itu, kedudukan mereka akan bersama dengan Rasulullah SAW.
Seseorang yang melakukan kebaikan, sesungguhnya ia dalam rangka menjaga kualitas keimanannya, bukankah buah keimanan selalu berwujud dengan kebaikan. Kebaikan yang dilakukan seorang muslim akan bernilai ganda dibanding lainnya, karena kebaikannya didasari oleh keimanan dan meyakini bahwa ini perintah Allah SWT. Berikut diantara cara menjaga aktifitas ruhiyah kita.
Pertama, bergaul dengan ahli kebaikan dan yang mengundang kita untuk bisa mengikuti kebaikannya. Seringnya bergaul dengan seseorang sedikit banyak akan mempengaruhi cara berpikir seseorang, seorang teman bisa membentuk pola pikir kecil yang berdampak besar sehingga kadang aktifitas dan gaya hidup teman lebih berpengaruh daripada wejangan orang tuanya. Dalam Shohih Sunan Abi Daud disebutkan, Sabda Rasulullah SAW: “Seseorang (bergantung) pada agama temannya, maka perhatikanlah diantara kamu siapa yang menjadi temannya”.
Bagaimana memilih teman yang baik? Dua kriterianya yakni jika teman mendorong kita untuk istiqamah dalam melakukan kebaikan maka itulah teman yang baik. Kala kita senang berada di majlis ilmu, senang berlama-lama zikir dan membaca al Quran, senang dengan aktifitas kebaikan dan ia mendukung sesungguhnya teman itulah yang sebenarnya. Lain waktu manakala kita sudah mulai jarang kelihatan di masjid, jarang ber-chat dalam rangka saling mengingatkan, dan tidak kelihatan dalam aktifitas keagamaan lantas teman datang untuk mengingatkan dan memotivasi maka itulah teman yang baik.
Kedua, menyediakan -meminjam istilah Prof. Nasaruddin Umar- “perlengkapan spiritual” untuk mengingatkan kita seperti tasbih, sajadah, al Quran, kain sarung dan baju muslim dan bila perlu tersedia adanya ruang khusus seperti mihrab kecil sebagai bentuk perlunya mengkhususkan diri untuk tafakur dan zikir. Aktifitas lainnya adalah merutinkan aktifitas diri dengan hadir secara rutin dipengajian-pengajian baik sekitar tempat tinggal mapun diluarnya. Apalagi saat ini, berbagai kajian via zoom meeting sudah sangat mudah diikuti mulai dari pengajian fiqh, tahsin Quran hingga tasawuf/ teosofi sangat mudah diakses.
Berikutnya adalah membuka wawasan dan perluas pikiran selain bergaul sebagaimana tips pertama di atas, juga tersedianya literasi-literasi keagamaan seperti terjemah al Quran dan tafsirnya, buku-buku spiritual keagamaan, langganan majalah keislaman dan sebagainya. Perluas cakrawala pemikiran dengan banyak membaca adalah salah saatu cara menjadi pribadi yang bijak. Sehingga seorang yang bijak menyebutkan semakin banyak buku yang kubaca semakin aku tahu tentang ketidaktahuanku. https://kallainstitute.ac.id/ mencatatkan di edisi 1 Februari 2024 hasil penelitian UNESCO, disebutkan: “… Indonesia berada di peringkat kedua dari bawah soal literasi dunia, artinya minat baca sangat rendah. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan yakni hanya 0,001%. Hal ini berarti, dari 1.000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca”. Sesuatu yang ironis sementara pesan pertama wahyu yang diterima Nabi SAW adalah perintah membaca.
Bahwa menjaga aktifitas spiritual tidak bisa dilakukan sekali jalan dan cepat puas, ia adalah sebuah proses hingga nantinya akan mendapat kenikmatan dalam melakukan rangkaian kegiatan spiritual dan jika kenikmatan itu sudah didapatkan maka disitulah al halawah al iman atau manisnya iman didapatkan.**
Komentar
Posting Komentar