Apa yang Ingin Dihasilkan dari P5 dan PPRA?

Oleh Sholihin H.Z.**
Bagi sekolah/madrasah yang sudah dan akan memberlakukan Kurikulum Merdeka Belajar (KMB) maka istilah P5 dan PPRA tidak menjadi asing lagi dan penerapannya sudah dimulai tahun pelajaran 2022/2023. Secara etimologi, P5 adalah Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan PPRA adalah Profil Pelajar Rahmatan lil ‘Alamin. Kedua istilah ini menjadi rujukan kemana arah pendidikan lebih tepatnya kemana peserta didik diarahkan. Secara khusus, P5 dan PPRA adalah proses menjadikan, bukan menentukan. Pendidikan seumur hidup tetap menjadi core bagi siapapun. Keduanya (P5 dan PPRA) adalah satu kesatuan yang saling melengkapi, hal ini diisyaratkan lirik lagu kebangsaan Indonesia Raya dengan teks “bangunlah jiwanya bangunlah badannya”. Membangun dan menstimulus kompetensi (skill) peserta ddik tidak boleh dipisahkan dengan membangun sprit dan ruh pendidikan itu sendiri. Ketidaksinkronan keduanya akan melahirkan karakter manusia yang tidak jelas dan berbahaya bagi siapapu bahkan bagi generasi yang hidup dikala itu. Inilah yang dinamakan dengan split of personality (kepribadian yang terpecah). Dimensi dan nilai apa yang ingin dihasilkan dari program P5 ini? Diharapkan dari P5 adalah adanya sikap dan perilaku yang sesuai dengan alam budaya negeri ini yang dirumuskan dengan (Ist. Penulis) IBHIGOMANNATIF (Iman kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia; Berke-Bhinnekaan global; Gotong royong; Mandiri; Nalar Kitis; dan Kreatif). Ke-lima nilai yang diharapkan ini akan mampu menunjukkan eksistensi dan jati diri satu genetrasi bahkan satu bangsa. Iman kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia menjadi pondasi bagi bangsa Indonesia. Meskipun bukan negara yang berdasarkan agama namun Indonesia menjadi rumah yang ramah bagi agama yang diakui di negeri ini. Keberimanan kepada agama masing-masing kemudian harus ditunjukkan dengan akhlak yang mulia (hormat kepada orang yang lebih tua, bicara dengan nada yang santun dan lembut dan sebagainya). Berkebhinnekaan global mengandung makna konsekuensi globalisasi adalah menipis bahkan mungkin hilangnya sekat-sekat teritorial yang membatasi gerak bahkan sudah tembus ke berbagai sektor setidaknya akses poleksosbud menjadi transparan dan mengalami akselerasi yang dahsyat. Betapa tidak, kejadian hari ini dibenua lain secara live dapat disaksikan di saat dan hari yang sama. Memahami adanya keragaman lintas wilayah harus dijadikan untuk mempromosikan betapa ragam, santun dan uniknya negeri bernama Indonesia. Gotong royong, menjadi perekat dan karakter bangsa ini sejak dulu. Ditempa dengan situasi dan kondisi yang ‘mewajibkan’ adanya rasa kebersamaan menjadikan nilai ini menjadi khas negeri ini. Peduli dan bersama membangun adalah karakter masyarakat Indonesia. Berikutnya adalah nilai mandiri, baik sebagai pribadi yang kemudian membentuk komunitas yang semakin luas, mandiri diperlukan sebagai proses pembentukan jiwa yang mampu berdiri di atas kaki sendiri dengan kemampuan sendiri dengan asas kebersamaan dan kebermanfaatan. Jiwa mandiri bermakna tidak tergantung pada orang lain. Peserta didik dengan profil pelajar Pancasila diharapkan berkarakter mandiri sebagai wujud dari kedewasaan dalam berpikir, bertindak dan berbuat dan yang terpenting bertanggungjawab atas proses dan hasil belajarnya. Selanjutnya karakter yang diharapkan dari P5 ini adalah kemampuan berfikir kritis (bernalar kritis). Dikutip dari http://ditpsd.kemdikbud.go.id/hal/profil-pelajar-pancasila yang dimaksudkan dengan peserta didik yang bernalar kritis adalah adanya kemampuan secara obyektif memproses informasi, mengkonstruksi koneksitas antar informasi dan selanjutnya menghasilkan konklusi yang meyakinkan dan bermanfaat. Terakhir, kreatif. Sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin canggih, akrab dengan teknologi maka kecenderungan menjadi peserta didik yang kreatif terbuka luas. Lahir sebagai generasi Z yang sejak dini sudah melek dengan IG, FB, Whatsap dan sejenisnya maka kemampuan ini akan semakin terasah. Kata kunci dari kreatif ini adalah menghasilkan sesuatu yang orisinal sebagai wujud dari kemampuan berfikir dan berimajinasi. Projek berikutnya sebagai upaya mewujudkan karakter peserta didik yang mumpuni adalah Profil Pelajar Rahmatan lil ‘Alamin (PPRA). Projek ini adalah bagian tak terpisahkan dari P5, karena P5 dan PPRA hakikatnya adalah profil pelajar yang dikehendaki dalam rangka mewujudkan peserta didik yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila, yang toleran, berakhlak mulia dan moderat dalam keberagamaan. Sesuai dengan penyebutannya, maka dengan nilai-nilai yang ada dalam PPRA ini diharapkan terkonstruknya peserta didik dengan sikap dan perbuatan yang didasari atas berkeadaban (ta’addub), keteladanan (qudwah), kewarganegaraan dan kebangsaan (muwathonah), mengambil jalan tengah (tawassuth), berimbang (tawazzun), lurus dan tegas (i’tidal), kesetaraan (musawah), musyawarah (syuro), toleransi (tasammuh) dan, dinamis dan inovatif (tathowwur wa ibtikar). Jika dicermati dari dimensi dan nilai yang terdapat dalam PPRA, akan nampak kecenderungan sehat raganya, cerdas akalnya, hidup jiwanya dan santun akhlaknya. Perpaduan P5 dan PPRA akan menjadi media terwujudnya generasi yang mumpuni, generasi yang cinta tanah air Indonesia. Sebagai basis pelaksanaan P5 dan PPRA, maka sekolah/madrasah berkepentingan untuk membuat program unggulan ini sebagai prioritasnya di tengah dekadensi moral dan merosotnya akhlak di beberapa tempat. Profil pelajar Pancasila dan Pelajar Rahmatan lil ‘Alamin adalah standarisasi program pembelajaran di sekolah/madrasah. Semoga Terwujud*(1706). ---------------------------------------- ** Penulis adalah Guru MAN 2 Pontianak

Komentar

Postingan Populer